Posted by : LaSaro' Senin, 04 Februari 2013



SEJARAH ISLAM DI SPANYOL
A.  Masuknya Islam di Spanyol
Pada periode klasik paruh pertama-masa kemajuan (650-1000 M), wilayah kekuasaan Islam meluas  melalui Afrika Utara (Aljazair dan Maroko) sampai ke Spanyol Barat.[1] Spanyol adalah nama baru bagi Andalusia zaman dahulu. Nama Andalusia berasal dari suku yang menaklukkan Eropa Barat di masa lalu[2] sebelum bangsa Goth dan
Arab (Islam).
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid[3] (705-715M), salah seorang khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ada tiga nama yang sering disebut berjasa dalam penaklukan Spanyol, yaitu Musa bin Nushair, Tharif bin Malik dan Thariq bin Ziyad.[4] Dari ketiga nama tersebut, nama terakhirlah yang sering disebut paling terkenal, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian suku Barbar (muslim dari Afrika Utara) yang didukung Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Al-Walid. Pasukannya yang berjumlah 7000 orang yang menyeberang selat di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dapat ditaklukkan. Cordova jatuh pada tahun 711 M. dari sana, wilayah-wilayah Spanyol, seperti Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada dapat dikuasai dengan mudah.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran yang sangat besar. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
1.    Periode Pertama (711-755 M)
Pada Periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabititas politik negeri Spanyol belum terkendali akibat gangguan keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini adalah masa peletakan dasar, asas dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini ditandai dengan adanya gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada Islam. Sentralisasi kekuasaan masih di bawah Daulat Umayyah di Damaskus.[5]
Sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di pegunungan yang tidak tunduk pada pemerintahan Islam juga terus mengganggu stabititas politik dan keamanan.
Karena seringnya terjadi konflik maka dalam periode ini Islam Spanyol belum melakukan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Rahman al-Dakhil ke Spanyol tahun 755 M.[6]
2.    Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baqdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol).[7] Dan adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kerajaan Bani Abbas, ketika Bani Abbas berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Adapun urutan keamiran Bani Umayyah di Spanyol sebagai berikut:[8]
a.    Abd al-Rahman al-Dakhil (755-788 M)
Adalah amir pertama, dikenal dengan nama Abdul Rahman I, cucu dari Hisyam Khalifah Umayyah, yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya dia mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Dengan dukungan bangsa Barbar dari Afrika Utara dan Syiria pada masa rezim Umayyah di Spanyol. Rezim baru ini mengikuti pola-pola pemerintahan lokal, dan membentuk angkatan bersenjata terdiri dari para klien dari pyreness.
Abdurrahman al-Dakhil diangkat sebagai Gubernur Cordova pada bulan Desember 755 M dan bulan Mei berikutnya Abdurrahman al-Dakhil membangun tempat tinggal di kota itu serta mengangkat dirinya sebagai amir. Abdurrahman al-Dakhil memasuki Spanyol pada tahun 755 M. dan diberi gelar al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol).
Abdurrahman al-Dakhil memperindah kota-kota, membangun benteng-benteng yang kokoh dan istana, serta meletakkan batu yang pertama untuk membangun mesjid yang terbesar na nantinya di belahan Dunia Islam maupun, yang dilakukan dua tahun sebelum wafatnya tahun 789 M.
b.   Hisyam Ibnu Abdurrahman (788-796 M)
Adalah anak dari Abdurrahman al-Dakhil yang ditunjuk untuk menggantinya. Di
kenal sebagai Hisyam I yaitu amir kedua. Merupakan pemimpin yang takwa dan wara’. Pada masa ini terbesar madzhab Maliki di Spanyol yang berasal dari Imam Malik ibn Anas yang berpusat di Madinah. Madzhab Maliki disebarkan oleh Ziyad ibn Abdurrahman, seorang ulama yang belajar ke Madinah untuk mempelajari Madzhab Maliki secara langsung dari Imam Malik.[9]
Pada masa ini Hisyam I menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh saudaranya di Toledo yakni Abdullah dan Sulaiman. Hisyam mengarahkan perhatiannya ke wilayah Utara. Umat Kristen yang melancarkan gangguan keamanan ditindasnya sekaligus berhasil mengalahkan kekuatan Perancis. Kota Norebonne ditaklukkannya, sementara suku Gakicia mengajukan perundingan perdamaian.[10]
Hisyam merupakan penguasa yang adil dan murah hati khususnya terhadap rakyat lemah dan miskin. Ia membangun jembatan Cordova dan merampungkan pembangunan mesjid dan gereja yang dibangun oleh ayahnya. Ulama Spanyol menduduki tempat yang tinggi di kerajaan dan memberi nasehat kepada penguasa.[11]
Hisyam ibnu Abdurrahman memerintah selama 8 tahun dan wafat pada tahun 796 M. kendali pemerintahan diteruskan oleh anaknya Hakam ibn Hisyam.[12]
Pada masa ini umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik, peradaban serta pendidikan. Abdurrahman mendirikan mesjid Cardova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol. Kemudian penerus-penerusnya yang lain seperti Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pada masa Abdurrahman al-Ausath ini pemikiran filsafat mulai masuk, maka ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.[13]
3.    Periode Ketiga (912-916 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III, yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya muluk at-thawaif (raja-raja kelompok). Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan “Khalifah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Bagdad. Abdurrahman an-Nasir mendirikan Universitas Cardova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.[14]
a.    Abd al Rahman al-Nasir (912-916 M)[15]
Abd al-Rahman al-Nasir (Abd Rahman III) adalah amir yang kedelapan, menggantikan kedudukan ayahnya pada usia 23 tahun.
Suku Barbar dan umat Kristen tunduk kepada Abdur Rahman III. Hanya masyarakat Toledo berusaha melawan, namun dapat dikalahkan. Dua tahun dari masa penobatan Abdur Rahman III, Ordano II, kepala suku Leon datang menyebu wilayah Islam. Pada saat itu Abd al-Rahman terlibat perselisihan dengan Khalifah Fatimiyah. Ahmad Ibn Abu Abda ditunjuk memimpin pasukan untuk menghadapi pasukan Ordano II, kemudian bersekutu dengan Sancho, kepala suku Navarre.
Suku Leon dan Suku Navarre dihancurkan oleh Abd al-Rahman III bersamaan dengan terbunuhnya Ordano II dan Sanche. Abd al-Rahman merupakan orang pertama yang mengklaim kedudukannya sebagai khalifah dengan gelar al-Nasir lidinillah setelah menumpas pemberontakan Kristen suku Leon dan Navarre.
b.   Hakam II (961-976 M)
Hakam II menggantikan kedudukan ayahnya, Abd al-Rahman. Pada masa ini pemimpin suku Navarre yang pada masa Abd al-Rahman mengakui pemerintahan Islam, berusaha melepaskan diri. Hakam membuktikan bahwa dia tidak hanya terpelajar melainkan juga pemimpin militer yang cakap. Sanchol pemimpin Kristen suku Leon dan pemimpin Kristen ditundukkan. Ia juga mengerahkan pasukannya di pimpin Ghalib ke Afrika untuk menekan kekuatan Fatimiyah. Ghalib sukses menegakkan kekuasaan Umayyah Spanyol di Afrika Barat.[16]
Setelah berhasil mengamankan situasi politik, Hakam menunjukkan dirinya dalam gerakan pendidikan dengan mengumpulkan kurang lebih 400.000 buku di perpustakaan Cordova. Para ilmuwan, filosof, ulama dapat bebas memasukinya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyat, dia mendirikan sekolah-sekolah. Seluruh rakyat Spanyol mengenal baca tulis. Sementara umat Kristen Eropa kecuali pendeta tetap dalam kebodohan.[17]
Dengan meninggalnya Hakam pada tahun 976 M masa kejayaan Dinasti umayyah di Spanyol berakhir.


c.    Hisyam II (976-1009 M)[18]
Hakam mewariskan kedudukannya kepada Hisyam II, anaknya yang berusia 11 tahun. Oleh karena itu, kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Muhammad Ibn Abi ‘Amir seorang yang sangat ambisius. Setelah berhasil menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya, dia menancapkan kekuasannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam. Atas keberhasilannya, dia mendapat gelar al-Manshur Billah dan merekrut militer dari suku Barbar menggantikan militer Arab. Kekuatan militer Barbar berhasil menundukkan kekuatan Kristen di wilayah Spanyol dan memperluas Bani Umayyah di Barat laut Afrika. Akhirnya ia memegang seluruh kekuasaan negara.
Al-Manshur Billah meninggal tahun 1002 M di Madinaceli. Ia merupakan negarawa dan Jenderal Arab yang terbesar di Spanyol. Menurut ahli sejarah, Dozy, pada masa ini rakyat lebih makmur dari masa sebelumnya. Dia digantikan oleh anaknya bernama al-Muzaffar yang berhasil mempertahankan kondisi ini, selama 6 tahun Muzaffar mewariskan jabatanya kepada saudaranya bernama Abdur Rahman (Sanchol), namun Sanchol tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.
Sepeninggal Muzaffar, Spanyol dilanda kesusahan dan akhirnya mengalami kehancuran total. Pada tahun 1009 M Khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu namun tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan Khalifah. (Watt, 1990: 217-218).
4.    Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pimpinan raja-raja golongan atau Al-mulukuth -Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Siville, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada priode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik tidak stabil, namun, kehidupan intelektuan terus berkembang pada periode ini, istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana keistana lain.[19]
5.    Periode Kelima (1086-1248 M)[20]
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanaya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “Undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja Muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd Al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh kebawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa decade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[21]
6.    Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad.Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terkhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian, hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini. [22]
B.  Kemajuan Ilmu pengetahuan di spanyol
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama pemerintahan penguasaan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[23]
Berdasarkan literatur-literatur yang membahas sejarah pendidikan dan sejarah peradaban Islam secara garis besar pendidikan Islam di Spanyol terbagi pada dua bagian atau tingkatan, yaitu:
1.    Kuttab
Pada lembaga pendidikan kuttab ini para siswa mempelajari beberapa bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi fiqih, bahasa dan sastra serta musik dan kesenian.
a.    Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut Madzhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari madzhab Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan madzhab ini antara lain Ziyad ibn Abd al-Rahman, perkembangan selanjutnya itentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnnya diantaranya Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibnu Hazm yang terkenal.[24]
b.   Bahasa dan Satra
Karena bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa.
c.    Musik dan Kesenian
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol. Pada dasarnya sya’ir Spanyol didasarkan pada model-model sya’ir Arab membangkitkan sintiment prajurit dan interes faksional para penakluk Arab. Dalam bidang musik dan seni, Spanyol Islam memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal, yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal dengan julukan Ziryab (789-857). Setiap kali ada pertemuan di Cardova, Ziryab selalu mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu, ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada budak-budak sehingga kemasyhurannyatersebar luas.[25]
2.    Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban dan kebudayaaan juga pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketiga belas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditranmisikan ke Eropa. Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaaan al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cardova berdampingan dengan mesjid Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menandingi dua Universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizamiyah di Bagdad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari tempat lain seperti dari Negara-negara Eropa, Afrika, dan Asia.[26]
Di antara para Ulama yang bertugas di Universitas Cardova adalah Ibnu Quthaibah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan hukum, Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu juga di Spanyol terdapat terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu gerbang Universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut: Dunia ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang shaleh dan keberanian yang pantang menyerah.[27]
a.    Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cardova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.[28] Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunaan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur.[29]
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova, ia lahir tahun 1126 M dan wafatnya tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang termasyhur Bidayah al-Mujtahid.[30]
b.   Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[31]
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sisiliah. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada. Itulah sebagian naman-nama besar dalam bidang sains.[32]

C.  Kebudayaan di Spanyol
Orang- orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah hujan, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman.[33]
Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cardova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, sesjid Seville, dan Istana al-Hamra di Granada.
F. Faktor  Pendukung Kemajuan Pendidikan/Peradaban di Spanyol
1. Adanya dukungan dari para penguasa. Kemajuan Spanyol Islam sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuan dan cendikiawan.
2. Didirikannya sekolah-sekolah dari universitas-universitas di beberapa kota di Spanyol oleh Abd al- Rahman III al-Nasir, dengan Universitasnya yang terkenal di Cardova. Serta dibangunnya perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak.
3.  Banyaknya sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya Islam.[34]
4.  Adanya persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cardova yang menyaingi Universitas Nishamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam bentuk peperangan.
G. Faktor Kemunduran Islam di Spanyol
Adapun penyebab kemunduran Islam di Spanyol adalah:
1.    Konflik Islam dan Kristen
Kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen, sehingga kehidupan Negara Islam tidak pernah sepi dari pertentangan antara Islam dan Kristen.
2.    Tidak adanya Ideologi Pemersatu
Di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang dianggap merendahkan.
3.    Kesulitan ekonomi
Pada paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian.
4.    Tidak jelasnya sistem  peralihan pemerintahan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris
5.    Keterpencilan
Spanyol Islam terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung keebangkitan di sana (Yatim, 2003: 107-108).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. Mukti, Sejarah Islam Pramodern, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,         1995.
Amin, M. Mansyur, Sejarah peradaban Islam, Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004
Fakhri, Majid, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, 1981
Hittin, Philip K., History of The Arabs, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta: UI Press, 1985.
Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Umayyah di Cordova, Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, tth.
Syalabi, Ahmad, Sejarah kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka AlHusna, 1983.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004.


[1] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 1985), Jilid I, h. 12.
[2] Ensiklopedi Islam, 1999, h. 145.
[3] Nama lengkapnya adalah Al-Walid bin Abdul Malik merupakan Khalifah ketiga dari Dinasti Umayyah. Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M) dan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) selanjutnya setelah Al-Walid diteruskan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abdul Al-Malik (724-743 M). Ekspansinya ke barat dilakukan secara besar-besaran, di zaman Al-Walid masa pemerintahannya adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban, umat Islam hidup pemerintahannya berjalan kurang lebih 10 tahun.
[4] Badri Yatim, op. cit., h. 89.
[5] A. Mukti Ali, Sejarah Islam Pramodern, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), h. 319.
[6] Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1981), h. 134.
[7] Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 14-15.
[8] Badri Yatim, op. cit., h. 95.
[9] M. Mansyur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004), h. 188.
[10] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah di Cordova, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, tth), h. 44.
[11] M. Mansyur Amin, op.cit., h. 188.
[12] Ibid, h. 118.
[13] Badri Yatim, op. cit., h. 95.
[14] Badri yatim, op. cit., h. 96-97.
[15] Joesoef Sou’yb, op. cit., h. 107-132.
[16] Joesoef Sou’yb, op. cit., h. 133-142.
[17] Philip K. Hitti, op. cit., h. 675.
[18] Ibid., h. 676-678.
[19] Badri Yatim, op. cit., h. 97-98.
[20] M. Mansyur Amin, op. cit., h. 121-122.
[21] Badri Yatim, op. cit., h. 98-99
[22] Badri Yatim, op. cit., h. 99-100.
[23] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h. 35.
[24] Badri Yatim, op. cit., h. 103.
[25] Ahmad Syalabi, op. cit., h. 88.
[26] Zainuddin Alavi, Muslim Education Thought in the Middle Age, (terj) Abuddin Nata, (Bandung: Angkasa, 2000), h. 16.
[27] Philip K. Hitti, Dunia Arab, (Terj) Ushuluddin Hutugalung, (Bandung: Sumur Bandung, 1962), h. 135.
[28] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h. 357.
[29] Badri Yatim, op. cit., h. 101.
[30] Badri Yatim, op. cit., h. 101-102.
[31] Ahmad Syalabi, op. cit., h. 86.
[32] Badri Yatim, op. cit., h. 102.
[33] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986), Cet Ke II, h. 67.
[34] Majid Fakhri, op. cit., h. 356.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

My Blog List

Assalamu Alaikum Warahmatulah Wabarakatuh

Burung

Senoga Bermanfaat-Jangan Lupa Meninggalkan Komentar
Awali Segalanya Dengan "Bismillahir Rahmanir Rahiim" Akan Dapat BerkahNya

Blogroll

Popular Post

Followers

Trsnalate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jadwal Shalat

Download Software Gratis

SMS Gratis

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © 2013 Auliya AS Hamdi Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -