- Back to Home »
- Pendidikan »
- Isu-Isu Pendidikan
Posted by : LaSaro'
Kamis, 10 Januari 2013
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gerak
perubahan luas sekali cakupannya di era globalisasi saat ini, kecepatan dan
penetrasinya yang begitu instan, telah menimbulkan banyak problema, setidaknya
telah memunculkan pendapat pro dan kontra. Bagi mereka yang merasa siap untuk
menghadapi era tersebut, menganggap tidak ada permasalahan
yang perlu ditakuti. Ini adalah sesuatu yang wajar, satu konsekuensi logis bagi perkembangan kecerdasan manusia yang ditandai dengan perkembangan segala aspek kehidupan, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di sisi lain, bagi mereka yang belum atau tidak siap menghadapi era tersebut, menganggap globalisasi adalah momok yang sangat luar biasa beratnya, bahkan mereka menentang keras arus globalisasi dengan berbagai macam alasan, mulai dari kecemasan akan dapat merusak sendi-sendi kehidupan yang diyakini kebenarannya selama ini, hingga ketakutan akan timbulnya penindasan-penindasan dan eksploitasi model baru terhadap kehidupan umat manusia di muka bumi.
Era globalisasi tersebut juga merasuki dunia pendidikan Islam, sistem pendidikan terbentuk sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan. Apabila pandangan hidup suatu bangsa adalah terbuka, maka akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan zaman. Dalam sistem pendidikanpun akan banyak memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri guna menghadapi tantangan dan perkembangan zaman yang selalu berubah. Di sisi lain, ada pula pandangan hidup suatu bangsa yang tertutup. Mereka tidak mau menerima pengaruh dari luar. Bangsa yang seperti ini tidak akan mungkin dapat mencapai kemajuan, mereka tidak akan mampu untuk menghadapi tantangan-tantangan baru kehidupan yang menghadang. Bangsa yang pandangan hidupnya tertutup tentunya akan menggunakan sistem pendidikan yang bersifat tradisional.
yang perlu ditakuti. Ini adalah sesuatu yang wajar, satu konsekuensi logis bagi perkembangan kecerdasan manusia yang ditandai dengan perkembangan segala aspek kehidupan, terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di sisi lain, bagi mereka yang belum atau tidak siap menghadapi era tersebut, menganggap globalisasi adalah momok yang sangat luar biasa beratnya, bahkan mereka menentang keras arus globalisasi dengan berbagai macam alasan, mulai dari kecemasan akan dapat merusak sendi-sendi kehidupan yang diyakini kebenarannya selama ini, hingga ketakutan akan timbulnya penindasan-penindasan dan eksploitasi model baru terhadap kehidupan umat manusia di muka bumi.
Era globalisasi tersebut juga merasuki dunia pendidikan Islam, sistem pendidikan terbentuk sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan. Apabila pandangan hidup suatu bangsa adalah terbuka, maka akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan zaman. Dalam sistem pendidikanpun akan banyak memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk mengembangkan dan mempersiapkan diri guna menghadapi tantangan dan perkembangan zaman yang selalu berubah. Di sisi lain, ada pula pandangan hidup suatu bangsa yang tertutup. Mereka tidak mau menerima pengaruh dari luar. Bangsa yang seperti ini tidak akan mungkin dapat mencapai kemajuan, mereka tidak akan mampu untuk menghadapi tantangan-tantangan baru kehidupan yang menghadang. Bangsa yang pandangan hidupnya tertutup tentunya akan menggunakan sistem pendidikan yang bersifat tradisional.
Tanggungjawab
akan keberhasilan dan keberlangsungan pendidikan Indonesia sebenarnya adalah
salah satu tugas pemerintah. Ironisnya, apabila kita ingin menyelamatkan
pendidikan, justru yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah
kebijakan-kebijakan pemerintah. Artinya bahwa penyebab utama kemunduran
pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Islam, lebih disebabkan oleh kebijakan
pemerintah itu sendiri. Kebijakan pemerintah selama ini tidak pernah menjawab
tantangan-tantangan pendidikan di Indonesia maupun tantangan-tantangan
pendidikan yang bersifat universal. Permasalahan-permasalahan mulai dari
substansi pendidikan hingga ke praktek pendidikan tidak pernah secara tuntas
diselesaikan. Wacana-wacana yang berkembang pun hanya berkisar pada
dekonstruksi-dekonstruksi kebijakan yang pernah ada sebelumnya, tanpa ada
solusi yang pasti, dengan kata lain bahwa setelah paradigma lama dianggap sudah
tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman, dan sekuat tenaga “dihancurkan”,
namun paradigma baru pun belum juga bisa dipetakan secara jelas. Oleh karena
itu, hasilnya bukan seberkas sinar terang yang memberikan pencerahan, melainkan
sesuatu yang membingungkan dan menjadikan wajah pendidikan Indonesia semakin
carut-marut. Dengan kata lain bahwa para pelaksana yang seharusnya
bertanggungjawab di bidang pendidikan khususnya pemerintah tidak serius dan
telah gagal menterjemahkan hakikat pendidikan nasional dalam bingkai
perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian-uraian pada latar belakang di
atas, maka dapatlah dikemukakan bahwa pokok permasalahan yang menjadi bahasan
dalam makalah ini adalah “bagaimana pendidikan Islam di era globalisasi”.
Permasalahan pokok ini terdiri dari sub masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana problematika
pendididkan Islam di era globalisasi ?
2.
Bagaimana solusi
problematika pendididkan Islam di era globalisasi ?
3.
Bagaimana orientasi
pendididkan Islam di era globalisasi ?
II. PEMBAHASAN
A. Problematika Pendididkan
Islam di Era Globalisasi
Pendidikan Islam diakui keberadaannya
dalam sistem pendidikan Nasional dapat dilihat dalam tiga hal, yakni : Pertama, Pendidikan Islam
sebagai lembaga, terbukti dengan diakuinya keberadaan lembaga pendidikan Islam
secara eksplisit. Kedua, Pendidikan
Islam sebagai Mata Pelajaran, terbukti dengan diakuinya pendidikan agama sebagai salah satu
pelajaran yang wajib diberikan pada tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ketiga,
Pendidikan Islam sebagai nilai (value) yakni ditemukannya
nilai-nilai islami dalam sistem pendidikan. [1]
Walaupun demikian, pendidikan Islam
tidak luput dari problematika yang muncul di era globalisasi saat ini. Terdapat
dua faktor dalam problematika tersebut, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
1. Faktor Internal
a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi
Pendidikan Islam
Tujuan
pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia, atau
mengangkat harkat dan martabat manusia atau human dignity, yaitu menjadi
khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan
memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang
sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah
terlaksana dengan baik.
Orientasi pendidikan, sebagaimana yang
dicita-citakan secara nasional, barangkali dalam konteks era sekarang ini
menjadi tidak menentu, atau kabur kehilangan orientasi mengingat adalah
tuntutan pola kehidupan pragmatis dalam masyarakat Indonesia. Hal ini patut
untuk dikritisi bahwa globalisasi bukan semata mendatangkan efek positif,
dengan kemudahan-kemudahan yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan
yang disebabkan olehnya menjadikan disorientasi pendidikan. Pendidikan
cenderung berpijak pada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar, lapangan
kerja, sehingga ruh pendidikan Islam sebagai pondasi budaya, moralitas, dan social
movement (gerakan sosial) menjadi hilang. [2]
b. Masalah Kurikulum
Sistem
sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas-bawah yang sifatnya otoriter
yang terkesan pihak “bawah” harus melaksanakan seluruh keinginan pihak “atas”. Dalam sistem yang seperti ini inovasi dan pembaruan tidak
akan muncul. Dalam bidang kurikulum sistem sentralistik ini juga mempengaruhi
output pendidikan. Tilaar menyebutkan bahwa kurikulum yang terpusat,
penyelenggaraan sistem manajemen yang dikendalikan dari atas, telah
menghasilkan output pendidikan manusia robot. Selain kurikulum yang
sentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada praktek pendidikan yang berkaitan
dengan saratnya kurikulum, sehingga seolah-olah kurikulum itu kelebihan muatan.
Hal ini mempengaruhi juga kualitas pendidikan. Anak-anak terlalu banyak
dibebani oleh mata pelajaran.[3]
Dalam
realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Pendidikan Islam tersebut mengalami
perubahan-perubahan paradigma, walaupun paradigma sebelumnya tetap dipertahankan.
Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut : (1) perubahan dari tekanan pada
hafalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta
disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada
pemahaman tujuan makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan
pembelajaran Pendidikan Islam. (2) perubahan dari cara berfikir tekstual,
normatif, dan absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual
dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. (3)
perubahan dari tekanan dari produk atau hasil pemikiran keagamaan dari para
pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk
tersebut. (4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum Pendidikan Islam yang
hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum Pendidikan
Islam ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik,
masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuan Pendidikan Islam dan cara-cara
mencapainya. [4]
c. Pendekatan/Metode Pembelajaran
Peran
guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas kompetensi
siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu membangkitkan potensi,
memotifasi, memberikan suntikan dan menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola
pembelajaran yang kreatif dan kontekstual (konteks sekarang menggunakan
teknologi yang memadai). Pola pembelajaran yang demikian akan menunjang
tercapainya sekolah yang unggul dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam
arus perkembangan zaman.
Siswa atau mahasiswa bukanlah manusia
yang tidak memiliki pengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukup
beragam ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas pun siswa/mahasiswa harus
kritis membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya. Bertolak dari kondisi
ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa masih banyak yang
senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti ceramah, didikte, karena
lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berfikir.
d. Profesionalitas dan Kualitas SDM
Salah
satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sejak masa Orde
Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang masih belum memadai.
Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah
cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih belum memenuhi
harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified,
dan mismatch, sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif. [5]
e. Biaya Pendidikan
Faktor biaya pendidikan adalah hal
penting, dan menjadi persoalan tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur
mengenai siapa yang bertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat
konstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
memerintahkan negara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN dan APBD di
masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi. Bahkan, pemerintah
mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20% hingga tahun 2009 sebagaimana yang
dirancang dalam anggaran strategis pendidikan.
2. Faktor Eksternal
a. Dichotomic
Masalah
besar yang dihadapi dunia Pendidikan Islam adalah dichotomy dalam beberapa
aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, antara Wahyu dengan Akal serta
antara Wahyu dengan Alam. Munculnya problem dikotomi dengan segala
perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai
tampak pada masa-masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu
pengetahuan Islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul persaingan yang
tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat julukan
sebagai mahkota semua ilmu.
b. To General Knowledge
Kelemahan
dunia Pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya yang masih
terlalu general/umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah
(problem solving). Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang
membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein
Alatas menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan
masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah
intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan
non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk berfikir dan tidak mampu
untuk melihat konsekuensinya.
c. Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan
besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia Pendidikan Islam ialah
rendahnya semangat untuk melakukan penelitian/ penyelidikan. Syed Hussein
Alatas merujuk kepada pernyataan The Spiritus Rector dari Modernisme
Islam, Al Afghani, Menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat
intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran
Islam di Timur Tengah.
d. Memorisasi
Rahman
menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari standar-standar akademis
yang berlangsung selama berabad-abad tentu terletak pada kenyataan bahwa,
karena jumlah buku-buku yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu
yang diperlukan untuk belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat
menguasai materi-materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang
aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang.
Hal ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual daripada pemahaman pelajaran yang
bersangkutan. Hal ini menimbulkan dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan
(memorizing) daripada pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan
bahwa abad-abad pertengahan yang akhir hanya menghasilkan sejumlah besar
karya-karya komentar dan bukan karya-karya yang pada dasarnya orisinal.
e. Certificate Oriented
Pola
yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalab al’ilm, telah
memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigih mencari ilmu, melakukan
perjalanan jauh, penuh resiko, guna mendapatkan kebenaran suatu hadis, mencari guru diberbagai
tempat, dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa karakteristik
para ulama muslim masa-masa awal didalam mencari ilmu adalah knowledge
oriented. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa-masa itu, banyak lahir
tokoh-tokoh besar yang memberikan banyak konstribusi berharga, ulama-ulama encyclopedic,
karya-karya besar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan pola
yang ada pada masa sekarang dalam mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya
pergeseran dari knowledge oriented menuju certificate oriented semata.
Mencari ilmu hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat atau
ijazah saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas
berikutnya.[6]
B. Solusi Problematikan
Pendididkan Islam di Era Globalisasi
Pendidikan memiliki keterkaitan erat
dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin mengesampingkan proses globalisasi
yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia
harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan
sistem pendidikan yang lebih komprehensif, dan fleksibel, sehingga para lulusan
dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis.
Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para
peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif
dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu,
pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan
segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang
menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang
dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.[7]
Selain itu, program pendidikan harus
diperbaharui, dibangun kembali atau dimoderenisasi sehingga dapat memenuhi
harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya. Sedangkan solusi pokok menurut
Rahman adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis dalam
sinaran dan terintegrasi dengan Islam harus segera dipercepat prosesnya.
Sementara itu, menurut Tibi, solusi pokoknya adalah secularization, yaitu
industrialisasi sebuah masyarakat yang berarti diferensiasi fungsional dari
struktur sosial dan sistem keagamaannya.[8]
Berbagai macam tantangan tersebut
menuntut para pengelola lembaga pendidikan, terutama lembaga Pendidikan Islam
untuk melakukan perenungan dan penelitian kembali apa yang harus diperbuat
dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-model Pendidikan Islam seperti
apa yang perlu ditawarkan di masa depan, yang sekiranya mampu mencegah dan atau
mengatasi tantangan tersebut. Melakukan perenungan
dapat berarti at-taammul wa al’fahsh, yakni melakukan
perenungan atau menguji dan memeriksanya secara cermat dan mendalam, dan bisa
berarti taqlib al-bashar wa al-bashirah li idrak al-syai’ wa ru’yatihi, yakni
melakukan perubahan pandangan (cara pandang) dan cara penalaran (kerangka
pikir) untuk menangkap dan melihat sesuatu, termasuk di dalamnya adalah
berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana kerja
yang telah dibuat dari berbagai perspektif guna mengantisipasi masa depan yang
lebih baik.[9]
C. Solusi Problematikan
Pendididkan Islam di Era Globalisasi
Menurut Ahmad Tantowi, dengan adanya era
globalisasi ini perlu adanya rumusan orientasi Pendidikan Islam yang sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Orientasi tersebut ialah
sebagai berikut :
1. Pendidikan Islam sebagai Proses
Penyadaran
Pendidikan Islam harus diorientasikan untuk menciptakan “kesadaran
kritis” masyarakat. Sehingga dengan kesadaran kritis ini akan mampu
menganalisis hubungan faktor-faktor sosial dan kemudian mencarikan jalan
keluarnya. Hubungan antara kesadaran tersebut dengan Pendidikan Islam dan
globalisasi ialah agar umat Islam bisa melihat secara kritis bahwa
implikasi-implikasi dari globalisasi bukanlah sesuatu yang given atau
takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan, akan tetapi sebagai konsekuensi logis
dari sistem dan struktur globalisasi itu sendiri.
2. Pendidikan Islam sebagai Proses
Humanisasi
Proses Humanisasi dalam Pendidikan Islam
dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan manusia sebagai makhluk hidup yang
tumbuh dan berkembang dengan segala potensi (fitrah) yang ada padanya.
Manusia dapat dibesarkan (potensi jasmaninya) dan diberdayakan (ptoensi
rohaninya) agar dapat berdiri sendiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Pendidikan
Islam sebagai Pembinaan Akhlak al-Karimah
Akhlak merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat,
apalagi di era globalisasi ini. Tidak adanya akhlak dalam tata kehidupan
masyarakat akan menyebabkan hancurnya masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa diamati pada kondisi yang ada di negeri ini.
Hal seperti ini pada awalnya hanya menerpa sebagian kecil elit politik
(penguasa), tetapi kini ia telah menjalar kepada masyarakat luas, termasuk
kalangan pelajar.
Bagi Pendidikan
Islam, masalah pembinaan akhlak sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Sebab
akhlak memang merupakan misi utama agama Islam. Hanya saja, akibat penetrasi budaya sekuler barat,
belakangan ini masalah pembinaan akhlak dalam institusi Pendidikan Islam tampak
lemah. Untuk itu, pendidikan Islam harus dikembalikan kepada fitrahnya sebagai
pembinaan akhlaq al-karimah, dengan tanpa mengesampingkan
dimensi-dimensi penting lainnya yang harus dikembangkan dalam institusi
pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal.
Pembinaan akhlak
sebagai (salah satu) orientasi Pendidikan Islam di era globalisasi ini adalah
sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab eksis tidaknya suatu bangsa sangat
ditentukan oleh akhlak masyarakatnya.[10]
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Problematika Pendidikan Islam di era global ini dapat
dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal yang didalamnya ada : Relasi
Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam, Masalah Kurikulum, Pendekatan/Metode
Pembelajaran, Profesionalitas dan Kualitas SDM, dan Biaya Pendidikan. Dan
faktor eksternal yang meliputi Dichotomic, To General Knowledge, Lack of
Spirit of Inquiry, Memorisasi, dan Certificate Oriented.
2.
Solusi dari problematika tersebut ialah bahwa Pendidikan Islam harus
dikembalikan kepada fitrahnya dengan tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi
penting lainnya yang harus dikembangkan dalam institusi pendidikan, baik
formal, informal, maupun nonformal. Serta pendidikan harus dirancang
sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang
dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan,
dan tanggung jawab.
3.
Pendidikan Islam di Era Global ini diorientasikan bahwa Pendidikan Islam
sebagai Proses Penyadaran, sebagai Proses Humanisasi, dan sebagai Pembinaan
Akhlak al-Karimah
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa masih telalu banyak kesalahan dan kekhilafan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasmiyati Gani, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta : Quantum Teaching Ciputat Press Group, 2008
Daulay, Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam
di Asia Tenggara, Jakarta : Rineka Cipta, 2009
, Pendidikan Islam : Dalam Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam : mengurai
benang kusut dunia pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006
, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Nizar, Samsul, Filsafat
Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta :
Ciputat Pers, 2002
Rembangy, Musthofa, Pendidikan
Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi, Yogyakarta : Teras, 2010
SM, Isma’il, Strategi
Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM : Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan, Semarang : Rasail, 2008
Tantowi, Ahmad, Pendidikan
Islam di Era Transformasi Global, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009
Wahid, Abdul, Isu-isu
Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang : Need’s Press, 2008
Zamroni, Paradigma
Pendidikan Masa Depan, Jogjakarta : Gigraf Publishing, 2000
[1] Haidar Putra Daulay, Dinamika
Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Cet. I, Jakarta : Rineka Cipta, 2009),
h. 44-45
[2] Musthofa Rembangy, Pendidikan
Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi (Cet. II, Yogyakarta:
Teras, 2010), h. 20-21
[3]Haidar Putra Daulay, Pendidikan
Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Cet. I, Jakarta : Kencana, 2004), h.
205-208
[4]Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi (Jakarta :
PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 11
[6] Abdul Wahid, Isu-isu
Kontemporer Pendidikan Islam (Cet.
I, Semarang : Need’s Press, 2008), h. 14-23
[7] Zamroni, Paradigma Pendidikan
Masa Depan (Cet. I, Jogjakarta
: Gigraf Publishing, 2000) h. 90-91
[9]Muhaimin,
Nuansa Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusut dunia pendidikan, (Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 86-89
My Blog List
pendidikan agama Islam di arus globalisasi harus dipantau ..
BalasHapus