- Back to Home »
- Peradaban Islam »
- Dinasti Mamluk
Posted by : LaSaro'
Kamis, 24 Januari 2013
DINASTI MAMLUK
A.
Sejarah Terbentuknya Dinasti Mamluk
Mamluk
adalah sebuah rezim yang dikendalikan oleh pasukan budak, inemerintah Mesir,
Suria, Asia kecil tenggara dan A:ab barat (hijaz).[1] Dinasti Mamluk di Mesir adalah adalah
dinasti terakhir di dunia Arab untuk abad pertengahan 1 250-1800 M). Philip K.
Hitti menyebutkan bahwa dinasti Mamluk adalah dinasti yang luar biasa karena
dinasati di dihimpun dan budak-budak yang berasal dan berbagai ras yang dapat
membentuk suatu
pemerintahan oligarki di suatu negara yang bukan tumpah darah mereka.[2] Sultan-sultan yang berasal dan budak-budak mi pantas diacungi jempol karena keberhasilannya mendirikan suatu kerajaan yang kokoh dan kuat. Dinasti Mamluk di Mesir rnulai bangkit bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Bagdad dan pengunduran Islam di Spanyol. Dinasti mi dikenal pula dengan nama Daulat al-Atrak yang pada perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaannya meiiputi Mesir dan Syiria.
pemerintahan oligarki di suatu negara yang bukan tumpah darah mereka.[2] Sultan-sultan yang berasal dan budak-budak mi pantas diacungi jempol karena keberhasilannya mendirikan suatu kerajaan yang kokoh dan kuat. Dinasti Mamluk di Mesir rnulai bangkit bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Bagdad dan pengunduran Islam di Spanyol. Dinasti mi dikenal pula dengan nama Daulat al-Atrak yang pada perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaannya meiiputi Mesir dan Syiria.
Kaum
Mamluk adalah para imigran Mesir yang pada awalnya merupakan budak-budak yang
datang dan daerah pegunungan Kaukasus dan laut Kaspia. Mereka ditempatkan di
barak-barak militer pulau Raudoh di sungai Nil untuk dilatih dan dididik secara
baik. Ditempat inilah mereka diajari membaca, menulis dan pengetahuan
kemiliteran, bahkan diberi pendidikan agama.[3]
Kaum Mamluk yang ditempatkan di sungai Nil disebut Mamluk al-Bahriyun dan kaum
Mamluk yang ditempatkan di benteng-benteng istana di kota Kairo disebut Mamluk
al-B urjiyun.
Terbentuknya
dinasti Mamluk di Mesir tidak dapat dipisahkan dan dinasti Ayyubiyah ketika terjadi
perebutan kekuasaan antara al-Malik as-Shalih dan al-Malik al-Kamil. Dalam
perebutan kekuasaan ini, para tentara yang berasal dan suku Kurdi memihak kepada
al-Malik al-Kamil, sementara para budak yang tergabung dalam Mamluk Bahri
mendukung al-Malik as-Shalih. Dalam perebutan kekuasaan ini, al-Malik as-Shalih
mampu mengalahkan al-Malik al-Kamil. Sejak saat itulah kaum Mamluk rnempunyai
pengaruh yang besar dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan. Perhatian
al-Malik as-Shalib begitu besar kepada kaum Mamluk sehingga banyak di antara
mereka ditempatkan pada kelompok-kelompok elit yang terpisah dan masyarakat
atau kelompok meliter lainnya.[4]
Perlakuan mi sebenarnya menguntungkan kedua belah pihak karena kehadiran kaum
Mamluk memberikan jaminan bagi berlangsungnya kekuasaan al-Malik as-Shalib,
sedangkan periakuan yang istimewa terhadap budak-budak itu bisa membenikan
kemudahan dalam peningkatan karir mereka dan imbalan-imbalan materil lainnya
Al-Malik
as-Shalih rneninggal pada 1429 M setelah menderita sakit dan timbul
kekacauan-kekacauan di berbagai daerah. Kematian as-Shalih dirahasiakan oleh
isterinya (Syajarat al-Dur), kemudian putera mahkota as-Shalih yang bernama
Turansyah memegang tampuk kekuasaan. Namun, kaum Mamluk Bahri menganggap bahwa
Turansyah bukan orang yang dekat dengan mereka. Selain itu, Turansyah juga
dianggap tidak tepat untuk rnenduduki pucuk kekhalitĂ han karena lebih banyak
bermukim di Euprat. Oleh karena itu ia dianggap tidak menguasai seluk beluk
Mesir secara keseluruhan.[5]
Setelah itu diangkatlah Syajarat al-Dur sebagai Sultan mereka. Dan sinilah awal
terbentuknya dinasti Mamluk di Mesir yang dipimpin oleh seorang budak dan
berakhirlah dinasti Ayyubiyah menguasai Mesir.
Para
budak mengangkat Syajarat al-Dur sebagai pemimpin mereka dengan pertimbangan
sama-sama berdarah budak dan diharapkan akan membela kepentingannya. Alasan
lain pengangkatan Syajarat al-Dur karena adanya pertentangan atau persaingan di
kalangan kaum Mamluk itusendiri. Sebenarnya terdapat beberapa orang yang
berambisi untuk menjadi sultan, seperti Aybak, Baybar dan Qutuz. Dengan dukungan
para Amir Aybak disepakati meijadi wakil al-Dur dalam mengendalikan tugas-tugas
pemerintahannya. Namun, dikemudian dan Aybak pun mengawini al-Dur dan bertindak
sebagi Sultan dengan gelar al-Muiz al-Din. Tetapi akhirnya Aybak dibunuh di
kamar mandi oleh al-Dur karena ia ketahuan ingin menyingkirkan al-Dur sendiri.
Kemudian kekuasaan berpindah ke tangan anak Aybak yang bernama Ali bin Aybak
dalam usia yang sangat muda, akan tetapi kekuasaannya hanya sekedar mengisi
kekosongan karena yang memegang kendali pemerintahan adalah Qutuz yang
bertindak sebagai wakil sultan.[6]
Akhirnya Ali bin Aybak pun mengundurkan din karena merasa tidak mampu untuk
menduduki jabatannya dan secara otomatis Qutuzlah yang menjadi penguasa.
Dimasa
pemerintahan Qutuz, dinasti Mamluk mendapat ancaman dan tentara Mongol. Mereka
telah menghancurkan Bagdad dan maju ke sungai Euprat menuju Syiria dan
selanjutnya melintasi gurun Sinai menuju Mesir. Sebelum menyerbu Mesir, tentara
Mongol yang dipimpin Kitbuga meminta kepada Qutuz untuk menyerah kepada Hulagu
di Bagdad, akan tetapi Qutuz menolak perrnintaan itu bahkan membunuh utusannya.[7]
Tentara Mongol dengan diperkuat oleh Armenia dan Georgia melintasi Yordania
menuju Galilea, tentara Mamluk di bawah komando Qutuz dan l3aybar bergerak ke
arah teuggara menghadang tentara Mongol sampai kemudian terjadilah perang di
Ainjalut yang berakhir dengan kekalahan tentara Mongol. Peristiwa di Ainjalut
mi sekaligus menghapus mitos bahwa tentara Mongol tidak dapat dikalahkan.
Kemenangan di Ainjalut juga membangkitkan semangat Islam di wilayah-wilayah
lain untuk melawan tentara Mongol di sekitarnya. Sejak saat itu, nama dinasti
Mamluk membumbung tinggi di mata dunia Islam sehingga penguasa-penguasa di
Syiria ketika itu menyatakan kesetiaannya kepada dinasti Mamluk.
Adapun
sultan-sultan yang pernah menjadi penguasa dinasti Mamluk adalah sebagai berikut:
A. Dinasti Mamluk Bahri
No
|
Thn. Pemerintah dlm Hijriyah
|
Sultan-Sultan Mamluk
|
Thn.
Pemerintah dlm Masehi
|
1
|
648
|
Syajar
al-Dur
|
1250
|
2
|
648
|
Muiz
Aybak
|
1250
|
3
|
655
|
Nur
Al-Din Ali
|
1257
|
4
|
657
|
Syaf
al-Din Qutuz
|
1259
|
5
|
658
|
Zahir
Bayabars
|
1260
|
6
|
678
|
Baraka
Khan
|
1277
|
7
|
678
|
Bar
al-Din Salamish
|
1279
|
8
|
678
|
Mansur
Qalawun
|
1279
|
9
|
689
|
Asyraf
Khalil
|
1290
|
10
|
693
|
Nasir
al-Din Muhammad
|
1293
|
11
|
984
|
Zayn
al-Din Kitbugh
|
1294
|
12
|
696
|
Husam
al-Din Lajim
|
1296
|
13
|
698
|
Nasir
Muhammad
|
1298
|
14
|
708
|
Rukh
al-Din Baybar
|
1308
|
15
|
709
|
Nasir
Muhammad
|
1309
|
16
|
741
|
Sayf
al-Din Abu Bakar
|
1340
|
17
|
742
|
Shihab
al-Din Ahmad
|
1342
|
18
|
742
|
Imad
al-Din Ismail
|
1342
|
19
|
746
|
Sayf
al-Din Sya’ban
|
1345
|
20
|
747
|
Sayf
al-Din Hajji
|
1346
|
21
|
748
|
Nasir
al-Din Hassan
|
1347
|
22
|
752
|
Salah
al-Din Shalih
|
1351
|
23
|
755
|
Nasir
Hassan
|
1354
|
24
|
762
|
Mansur
Muhammad
|
1361
|
25
|
764
|
Ashraf
Sya’ban
|
1363
|
26
|
778
|
‘Ala
al-Din Ali
|
1367
|
27
|
783
|
Salah
al-Din Hajji
|
1381
|
28
|
784
|
Barquq
|
1382
|
29
|
791-792
H
|
Salah
al-Hajji
|
1389-1309
M
|
B. Dinasti Mamluk Burjiy
No
|
Thn. Pemerintah dlm Hijriyah
|
Sultan-Sultan Mamluk
|
Thn.
Pemerintah dlm Masehi
|
1
|
784
|
Sayf
al-Din Barquq
|
1382
|
2
|
801
|
Nasir
Faraj
|
1398
|
3
|
808
|
Mansur
Abd. Azis
|
1405
|
4
|
809
|
Nasir
Faraj
|
1405
|
5
|
815
|
Musta’in
|
1412
|
6
|
815
|
Muayyad
Shaukh
|
1412
|
7
|
824
|
Muzaffar
Ahmad
|
1421
|
8
|
824
|
Safy
al-Din Attar
|
1421
|
9
|
824
|
Nasir
al- Din Muhammad
|
1421
|
10
|
825
|
Sayf
al-Din Barsbay
|
1422
|
11
|
842
|
Jamal
al-Din
|
1433
|
12
|
842
|
Syaf
al-Din Jaqmafy
|
1433
|
13
|
Fakrul
al-Din Ahmad
|
1460
|
|
14
|
857
|
Sayf
al-Din Inal
|
1453
|
15
|
865
|
Shihab
al-Din Ahmad
|
1460
|
16
|
865
|
Sayf
al-Din Khushaq
|
1461
|
17
|
872
|
Sayf
al-Din Bilbey
|
1468
|
18
|
872
|
Zahir
Timurbugha
|
1468
|
19
|
873
|
Sayf
al-Din Qait Bay
|
1478
|
20
|
901
|
Nasir
Muhammad
|
1495
|
21
|
904
|
Zahir
Qansuh
|
1498
|
22
|
905
|
Asgraf
Janbalat
|
1499
|
23
|
905
|
Qunsuh
al-Ghuri
|
1500
|
24
|
922-923
|
Tuman
Bay
|
1516-1517
|
B. Kemajuan yang tercapai oleh Dinasti Mamluk.
Setelah
Qutuz meninggal, Baybar dinobatkan menjadi sultan Mamluk. Dinasti Mamluk pada
masa Baybar mi mencapai puncak kejayaannya sehingga dikatakan bahwa Baybar
sebagai pembangun hakiki dinasti Mamluk dan sultan yang terbesar. Di antara
kemajuan yang dicapai adalah sebagai berikut:
1. Bidang
Kemiliteran dan Pemerintahan
Dalam
rangka menagkis ancaman dan dalam dan luar negeri, Baybar secara
sungguh-sungguh melakukan konsolidasi di bidang kemiliteran dan pemerintahan. Kaum
elit militer ditempatkan pada kelompok politik elit dan jabatan-jabatan penting
dipegang oleb anggota militer yang berprestasi. Ia mengetahui benar bahwa
masyarakatnya yang rnayoritas sunni menginginkan kesultanannya mendapat pengesahan
keagamaan dan khalifah. Untuk itu, ia melakukan baiat terhadap AlMuntasir,[8]
khalifah keturunan Abbas yang berhasil melarikan diri ke Syiria ketika Khulagu
menghancurkan Bagdad.
Baiat
Bayhar terhadap khalifah ternyata mengundang simpati penguasa Islam lainnya.
Selain itu, Baybar juga mengikuti jejak dinasti Ayyubiyah yaitu dengan cara
menghidupkan mazhab sunni dan dengan sendirinya Ăa mendapat simpati masyarakat
Mesir yang mayoritas sunni. Dalam pemerintahannya, Baybar menjalin hubungan
erat dengan negara-negara tetangga seperti Konstantinopel, Sycilia dan
negara-negara Iainnya.
Dalam
bidang kemiliteran, Baybar diakui senagai panglima yang tangguh. Dalam kurun
waktu 6 tahun ia habiskan waktunya untuk menghancurkan sebagian besar kekuatan
salib di sepanjang pantai laut tengah.[9]
Pemberontakan kaum Asasin di pegunungan Syiria dapat dilumpuhkan. Nubia dan
sepanjang pantai laut merah ditaklukkannya bahkan kapal-kapal Mongol di
Anatolia pun dirampasnya.
2. Bidang
Ekonomi
Kemajuan
dalam bidang ekonomi yang dicapai o!eh dinasti Mamluk lebih besar diperoleh dan
sektor perdagangan dan pertanian. Di sektor perdagangan, pemerintah dinasti
Mamluk memperluas hubungan dagang yang telah dibina sejak masa Fatimiyah,
misalnya dengan membuka jalur dagang dengan Italia dan Prancis. Setelah
jatuhnya Bagdad, Kairo menjadi kota yang penting dan strategis karena jalur
perdagangan dan Asia Tengali dan Teluk Persia hampir dipastikan me1ui Bagdad.[10]
Keadaan mi menjadikan berlimpahnya devisa negara terutama dan sektor
perdagangan.
Untuk
mendukung kelancaran sektor ini, dinasti Mamluk memperbaiki sarana transportasi
untuk memperlancar perjalanan pedagang-pedagang terutama antara Kairo dan
Damaskus. Dalam sektor pertanian, pemerintah mengambil kebijakan pasar bebas
kepada petani, artinya petani diberi kebebasan untuk memasarkan sendiri hasil
pertaniannya.
3. Bidang
Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat besar pada masa dinasti Mamluk. Hal ini
disebabkan jatuhnya kota Bagdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan
melarikan diri ke Mesir. Adapun ilmu-ilmu yang banyak berkembang pada saat itu
adalah sejarah, kedokteran, astronomi, matematika dan ilmu agama. Dalam ilmu
sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibnu Khalikan, lbnu Tagribirdi, Abu
al-Fida dan Ibnu Khaldun. Dalarn bidang astronomi dikenal nama Nasir al-Din
al-Tusi seorang ahli observatorium dan Abu al-Faraz al-Gibni dalarn bidang
rnaternatika.[11]
Ilmu
kedokteran mangalami kemajuan dengan adanya penemuan baru. Ibnu al-Nafis
dikenal sebagai penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia.
Dalam karyanya Syarh Tasyrih al-Qanun; di dalamnya Ia memaparkan konsepsi yang
jelas tentang fungsi paru-paru sebagai sirkulator darah. Kemudian Abdul Mu’min
Dimyati seorang dokter ternama dalam ilmu kedokteran hewan menulis buku Fadl al-Khail (keunggulan pasukan
berkuda), psikoterapi yang dirintis oleh al-Razi dikembangkan oleb al-Juma’i di
Mesir yang mengarang buku al-Irsyad li
Masalih a!Anfas wa al-Ajsad (Petunjuk untuk Kesehatan Jiwa dan Raga), lalu
lbnu Abi Mahasin dan Salahuddin beserta lbnu Yusuf mengembangkan ilmu
optalmologi (ilmu tentang penyakit mata).[12]
Dalarn
bidang ilmu agarna, pada saat itu muncul ulama-uama besar, antara lain Ibnu
Taymiyah yang dikenal sebagai reformer pemikiran Islam yang bermazhab Hambali.
Selain itu, muncul pula orang-orang ternama seperti as-Suyuti dengan tulisannya
al-Itqan fi Ulum al-A qur‘an dan Ibnu
Hajar al-Asqalani yang termasyhur dalam bidang penulisan ilmu hadis.[13]
Dinasti Mamluk juga berhasil membangun sekolah-sekolah, mesjid-mesjid yang
indah sebagai pusat ilmu pengetahuan.
4. Bidang
Arsitektur
Devisa
negara yang melimpah pada masa dinasti Mamluk memungkinkan mereka untuk
mendirikan bangunan-bangunan yang indah dan megah. Sejak masa pemerintahan
Qalawun, sultan-sultan Mamluk telah terbiasa memperindah bangunannya dengan
batu-batu benteng, batu kapur dan batu api yang diambil dan dataran tinggi
Mesir, terutama dalam bentuk kuburan-kuburan dan kubah-kubah mesjid yang terdiri
atas bebatuan tersebut. Hampir semua macam kerajinan yang berkembang saat itu
berhubungan erat dengan bangunan, khususnya bangunan yang bercorak religius.
Seperti hiasan perunggu pada pintu-pintu mesjid, kotak al-Qur’an yang terbuat
dan emas bertabur mutiara, mosaik-mosaik yang indah pada lengkung-lengkung
bangunan, karya seni dan kayu pada mimbar yang cukup rumit pembuatannya, yang
kesemuanya menunjukkan perkembangan seni dan kerajinan saat itu.[14]
Di
antar karya-karya seni terapan itu, yang menjadi ciri Khas Mesir-Mamluk adalab
seni dekorasi kitab suci. Bidang kesenian ini mendapatkan kedudukan terhormat
karena berhubungan dengan “firman Allah” dan tingkat tingkat kesulitannya juga
jauh tebih tinggi.
Karakter mewah dan halus dalam
berkesenian tidak hanya diterapkan pada objek-objek yang dianggap suci.
Berbagai perlengkapan rumah tangga seperti cangkir, mangkok, baki, pedupaan
juga rnerupakan gambaran hidup mewah sebagaimana dilukiskan oleh para penulis
kronik kontemporer. Di samping yang telah disebutkan tadi, masih banyak
karya-karya seni yang lain yang berkembang pada masa dinasti Mamluk.
C.
Penyebab Kemundiran dan Kehancuran
Dinasti Mamluk
Seperti
halnya dinasti-dinasti yang lain, dinasti Mamluk juga mengalami pasang surut.
Setelah mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, dinasti ini mengalami masa
kemunduran yang pada akhirnya membawa pada masa kehancuran. Faktor-faktor yang
menyebabkan dinasti mi mengalarni kemunduran dan kehancuran di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Perebutan
Kekuasaan
Pada
masa penierintahan Qalawun, sultan Mamluk ke-8 melakukan perubahan dalam
pemerintahan, yaitu pergantian sultan secara turun menurun dan tidak lagi memberikan
kesempatan kepada pihak meliter untuk memilih sultan sebagai pemimpin mereka.
Di samping itu, Qalawun juga telah mengesampingkan kelompok Mamluk Bahri
sehingga makin lama pejabat dan Mamluk Bahriy semakin berkurang dan digantikan
oleh Mamluk Burjiy.[15]
Perpindahan kekuasaan ke tangan Marniuk Burjiy membawa banyak perubahan gaya
pernerintahan dalam dinasti ini.
Sistem
baru yang diterapkan Qalawun ternyata telah menimbulkan kericuhan dalam
pemerintahan. Pada masa ini Qalawun mengalami dua kali turun tahta karena
perebutan kekuasaan dengan Kitbuga dan Najim al-Mansur Hisamudin. Pada 1382 M.
Barquk al-Dzahir Saef al-Din dan
Mamluk Burjiy berhasil merebut kekuasaan dan tangan as-Salih Salahuddin, sultan
terakhir dan keturunan Qalawun. Sejak saat itulah mulai periode kekuasaan Mamluk
Burjiy.
Meskipun
sultan-sultan Mamluk Burjiy menerapkan kembali sistem pemerintahan secara
oligarki seperti yang diterapkan Mamluk Bahriy sebelumnya, kekacauan tetap
berlanjut sehingga situasi mi dimanfĂ atkan oleh para amir untuk saling berebut
kekuasaan dan memperkuat posisinya di pemerintahan.[16]
Di samping itu, sultan yang memerintah dar tahun 1412 sampai 1421 M adalah
seorang pemabuk. Sultan inilah yang melakukan berbagai perbuatan yang melampaul
batas.
Ada
pula seorang sultan yang lain yang tidak dapat berbahasa Arab sama sekali.
Adapun sultan yang memerintah pada tahun 1453 adalah orang yang tithk pandai
membaca dan menulis. Bahkan ada di antara sultan Mamluk l3urjiy yang bukan saja
buta huruf melainkan juga gila. Seorang sultan lainnya yang dibeli seharga
linia puluh dinar, telah mengorek mata dan dipotong lidahnya karena gagal mengubah
logam rongsokan menjadi emas.[17]
2. Kemewahan
dan Korupsi.
Sejak
pemerintahan Qalawun, pola hidup mewah telah menjalar di kalangan penguasa
istana, hahkan di kalangan para amir. Hal mi membuat keuangan negara sernakin
merosot dan untuk mengatasinya, pendapatan dan sektor pajak dinaikkan sehIngga
penderitaan rakyat semakin bertambah. Di samping itu, perdagangan pun semakin
sulit, seperti komoditi utama dan Mesir yang selama mi yang selama mi
diperjualhelikan bebas oleh para petani, diambil alih oleh sultan-sultan dan
keuntungannya digunakan untuk berfoya-foya.[18]
Korupsi, baik banyak maupun sedikit tidak hanya dilakukan oleh para sultan,
namun para pejabat rendahan pun melakukan hal yang sama.
Situasi
ekonomi kerajaan yang sangat buruk diperparah oleh kebijakan politik para
sultan yang mementingkan din sendiri. Para sultan menaikkan pajak yang tinggi,
baik pada orang-orang muslim maupun non muslim, sebab pajaklah satu-satunya
jalan untuk mendapatkan penghasilan yang banyak guna membiayai kegiatan
pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai, melengkapi istana-istana dengan
berbagai kemewahan dan membangun bangunan monumental.
3.
Merosotnya Perekonomian.
Sikap
penguasa dinasti Mamluk yang memeras pedagang dan membelenggu kebebasan petani
menyebabkan luntumya gairah dan Semangat kerja mereka. Keadaan mi semakin
memperburuk musim kemarau panjang dan wabah penyakit yang menjalar di negeri ini.
Menjelang
akhir periode Mamluk, faktor-faktor internasional memberikan kontribusi
terhadap meluasnya kemisikinan dan kesengsaraan negeri itu. Pada 1498, pelaut
Vasco Da Gama dan Portugis menemukan rute perjalanan di sekitar Tanjung Harapan.
ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah kerajaan Suriah-Mesir. Tidak
hanya serangan armada Portugis dan negara Eropa lain semakin semakin sering menimpa
kapal-kapal muslim di laut Merab dan perairan India, tetapi juga secara
bertahap lalu lintas rempah-rempah dan produk-produk tropis lain dan India dan
Arab dialihkan dan pelabuhan-pelabuhan Suniah dan Mesir.[19]
Akibatnya, salah satu sumber pendapatan nasional hancur sebab hal ini berdampak
besar terhadap pendapatan devisa negara yang selanjutnya melemahkan
perekonomian.
4.
Serangan dan Turki Utsmani.
Penyebab
Iangsung runtuhnya dinasti Mamluk adalab terjadinya peperangan dengan tentara
Turki Utsmani yang terjadi dua kali.[20]
Pada tahun 1516 M, terjadilah peperangan di Aleppo yang berakhir dengan
kekalahan total tentara Mamluk. Setelah menang di Aleppo, tentara Turki (Jasmani
malanjutkan perjalanannya untuk masuk ke daerah Mesir yang dalam perjalanan mi terjadi
lagi pertempuran yang sengit antara tentara Turki Utsmani dengan tentara
Mamluk.
Pertempuran mi terjadi ketika Mamluk
diperintah oleh Tuman Bay II (al-Asyrof) yang merupakan sultan terakhir dinasti
Mamluk. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Mamluk di Mesir yang
berlangsung cukup lama dan sebagai akibatnya tampuk pemerintahan kekhalifahan dipindahkan
dan Kairo ke Istambul. Kairo yang sebelumnya menjadi ibi kota kerajaan,
sekarang tidak lebih dan sebuah kota protinsi dan kesultanan Turki Utsmani.
DAF TAR PUSTAKA
Ajid Thohir, Perkembangan Feradaban di Kawasan Dunia Islam Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2004.
Au Mufradi, Islam di Kawasan Budaya Arab Cet. I; Jakarta: Logos, 1977.
Badri Yatim, Sejarah Peradahan Islam Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Gratindo
Persada,, 1998.
________Sejarah Peradahan Islam Cet. X; Jakarta: PT. Raja Grafmdo Persada.,
2000.
Carl Brockelman, Tarikh al-Syu ‘ub al-Islamiyah, Beirut: Dar Jim li al-Malayin,
1974.
C.E. Bosworth, The islamic Dinasties.
Diterjernahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul “Dinasti-dinasti Islam” Cet. I; Bandung: Mizan, 1993.
Dewan Redaksi Ensikiopedi Islam, Ensikiopedi Islam Cet. I; Jakarta: PT’.
Ikhtiyar Baru Van Hoeve, 1993.
Hassan Ibrahim Hassan, Islamic History and Culture From 632-1968.
Diterjemahkan oleh Djahdan Human dengan judul “Sejarah dan Kebudayaan Islam
632-1968”, Edisi I Cet. I; Yogyakarta: Kota Kembang, 1989
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies. Diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’udi
dalam Sejarah Sosial Ummat Islam. Bagian I dan II Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1999.
Joesoef Souyb, Sejarah Daulah Abbasiyah III Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Cet. I; Bogor: Kencana, 2003.
Philip K. Hitti, History of the Arabs Cet. I; Jakarta: PT. Serambi ilmu Semesta,
2008.
_________The Arab Short a History. Diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung
dan O.D.P. Sihombing dengan judul “Dunia Arab Sejarah Singkat” Bandung: Sumut,
1970.
Tim Penyusun Teks Books, Sejarah Kebudayaan Islam. Jilid 11,
(Ujung Pandang Proyek Dirjen Pendidikan Islam RI, Proyek Pembinaan dan
Perguruan Tinggi Agama lAIN Alauddin, 1982/1983
[1]
Dewan Redaksi Ensikiopedi Islam, Ensiklopedi
Islam (Cet. I; Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van floeve, 1993), h. 339
[2] Philip K. Hitti, History of
the Arabs (Cet. I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 859.
[3]
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam (Cet. I; Jakarta: Graha Gratindo Persada, 2004), 124.
[4] Ibid. h. 125
[5] Badri Yatini, Sejarah Peradaban Islam (Cet. VII; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1998), h. 125
[6]
Musyrifah Sunaiito, Sejarah Islam Klasik
(Cet. I; Bogor: Kencana, 2003),h. 210.
[7]
C.E. Boswortli, The Islamic Dinasties.
Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul “Dinasti-diasti Islam (Cet. I;
Bandung: Mizan, 1993), h. 91.
[8]
Ajid Thohir, op.cil., II. 128.
[9]
Joesoef Souyb. Sejarah Daulah Abbasi ah III (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
1978), h. 311.
[10]
Philip K. Hitti, The Arab Short a
History. Diterjemahkan oleh Ushuluddin Kutagalung dan O.D.P. Sihombing
denganjudul “Dunia Arab Sejarah Singkat” (Bandung: Surnut, 1970), h. 679.
[11] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban lslam (Cet. X; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 123.
[12]
Philip K. Hitti, The Arab Short a History, op.cit., h. 283.
[13]
Carl Broekelman, Tarikh al-Syu‘ub
al-Islamiyah, (Beirut: Dar tim Ilm al-Malayin, 1974), h. 369.
[14]
Philip K. Hitti, History of the Arabs,
op.cit., h. 886.
[15] Tim
Penyusun Teks Books, Sejarah Kebudayaan
Islam, op. cit., h. 9.
[16]
Ajid Ihohir, Op.cil, h. 130.
[17]
Philip K. Hitti, History of theArabs,
op.cit, h. 891.
[18]
Philip K. Hitti, History of theArabs,
op.cit, h. 695.
[19]
Philip K. Hitti, History of the Arabs,
op.cit., h. 891
My Blog List