- Back to Home »
- Ulumul Hadis »
- Metode Tahlili
Posted by : LaSaro'
Senin, 28 Januari 2013
Metode
Tahlili
A.
Pengertian
Metode tahlili adalah metode analisa yang biasa digunakan dalam ilmu
tafsir untuk menginterpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini kemudian diadopsi
oleh para pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi saw. Dari segi bahasa,
tahlili berarti menjelaskan setiap bagian dari suatu jenis serta fungsinya
masing-masing.[1]Sedangkan
defenisi
terminologinya, metode tahlili adalah metode yang mengurai kosa kata
dan lafadz, menjelaskan apa yangh diistinbatkan dan mengaitkan antara satu sama
lain dengan merujuk aspek historis dan nash-nash yang lain.[2]
Dari defenisi tersebut, penulis bisa menyimpulkan bahwa metode
tahlili pada kitab hadis adalah metode dengan menjelaskan makna kosa kata dan
kalimat pada suatu hadis, menghubungkan dengan nash-nash baik itu dengan
al-Qur’an maupun dengan hadis-hadis lainnya dengan merujuk pada asbabul wurud.
B.
Aplikasi
- Judul Hadis
Untuk
mengetahui aplikasi metode tahlili, penulis memilih judul hadis yang disyarah yaitu tentang
Kedudukan Mujahid Dalam Islam.
- Sanad, Matan dan Mukharrij Hadis
Pada
makalah ini,penulis memberikan tanda bahwa yamg termasuk sanad pada hadis ini
adalah lafadz yang diberi garis bawah, matan adalah lafadz yang diberi tanda
dengan huruf tebal sedangkan mukharrij adalah lafadz yang terletak dalam tanda
kurung.
وحدثني زهير بن حرب حدثنا جرير عن عمارة
وهو ابن القعقاع عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال قال رسول
الله صلى اللهم عليه وسلم تضمن الله لمن خرج في سبيله لا يخرجه إلا جهاد في سبيلي
وإيمانا بي وتصديقا برسلي فهو علي ضامن أن أدخله الجنة أو أرجعه إلى مسكنه الذي
خرج منه نائلا ما نال من أجر أو غنيمة والذي نفس محمد بيده ما من كلم يكلم في سبيل
الله إلا جاء يوم القيامة كهيئته حين كلم لونه لون دم وريحه مسك والذي نفس محمد
بيده لولا أن يشق على المسلمين ما قعدت خلاف سرية تغزو في سبيل الله أبدا ولكن لا
أجد سعة فأحملهم ولا يجدون سعة ويشق عليهم أن يتخلفوا عني والذي نفس محمد بيده
لوددت أني أغزو في سبيل الله فأقتل ثم أغزو فأقتل ثم أغزو فأقتل و حدثناه أبو بكر
بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا ابن فضيل عن عمارة بهذا الإسنا .(رواه مسلم)[3]
Terjemahan:
“…Dari
Abi Hurairah RA. Dari Nabi saw. bersabda “Allah akan menanggung orang yang
keluar di jalan Allah hanya untuk berjihad di jalanku (Allah), beriman kepadaku
dan membenarkan rasulku, maka dia akan dijamin untuk dimasukkan ke dalam surga atau
kembali ke rumahnya dalam keadaan memperoleh pahala atau ghanimah (harta
rampasan). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, tak satupun luka yang
diperoleh di jalan Allah, kecuali datang pada hari kiamat sebagaimana
keadaannya ketika dilukai. Warnanya adalah warna darah, wanginya seharum misik
(minyak wangi). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya seandainya tidak
memberatkan terhadap orang Islam saya tidak akan duduk dibelakang pasukan (tidak
ikut) berperang di jalan Allah selamanya akan tetapi saya tidak mampu (fisik
dan materi) untuk membawa mereka (perang) dan mereka juga tidak akan mampu
bahkan mereka akan merasa berat untuk diam (tidak ikut saya dalam perang). Demi
jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya saya rindu untuk berperang di jalan Allah
lalu saya terbunuh (kata tersebut diulangi tiga kali).
- Kualitas/ Kedudukan Hadis
Semua perawi hadits tersebut di atas tsiqah, mulai dari Abu
Hurairah, Abu Zur’ah, “Umarah bin al-Qa’qa’, Jarir bin Abd Humaid dan Zuhair
bin Harb, sehingga bisa dipastikan
hadis tersebut shahih. Apa lagi hadis tersebut
didukung oleh riwayat lain sebagai berikut:
a.
Dengan teks yang sama
panjangnya terdapat dalam Sunan Ibnu Majah kitab al-Jihad bab Fadhl
al-Jihad fi Sabilillah, Jilid 2: 920.
b.
Dengan teks yang sama tapi
hanya sampai pada lafal غنيمة terdapat dalam
beberapa kitab, antara lain dalam Sunan al-Nasa’y kitab al-Iman wa
Syara’ihu bab al-Jihad dan Musnad Ahmad sebanyak tiga kali
c.
Dengak menggunakan lafal انتدب
الله bukan تضمن
الله terdapat dalam Shahih al-Bukhari dalam
kitab al-Iman bab al-Jihad min al-Iman jilid 1:22, Sunan
al-Nasa’y dua kali yaitu dalam kitab al-Jihad bab Ma
Takaffalallah…3:12 dan kitab al-Iman wa
Syara’ihu bab al-Jihad jilid 6:536 serta dalam Musnad Ahmad sebanyak
3 kali Jilid 2: 384 dan 399.
d.
Dengan menggunakan lafal تكفل
الله (bukan kedua lafal di atas)
terdapat dalam Shahih al-Bukhari berulang 3 kali yaitu dalam kitab Fardh
al-Khams bab Qaul al-Nabiy “Uhillat lakum al-Ghanaim”, al-Tauhid bab
Qaulhi ta’ala “Walaqad Sabaqat Kalimatuna…” dan bab Qaulihi ta’ala
“Qul law Kana al-Bahr Midada al-Kalimat…”, Shahih Muslim satu kali
dalam kitab al-Imarah bab Fadhl al-Jihad Jilid 3: 1496, Sunan
al-Nasa’y sekali dalam kitab al-Jihad bab Ma Takaffalallah…3:12,
Muwattha’ Malik sekali dalam kitab al-Jihad bab al-Targhib fi
al-Jihad, Jilid 2: 443 dan Sunan al-Darimy juga sekali kitab al-Jihad
bab Fadhl al-Jihad jilid 2:263.
5.
Perawi Hadis
Pada tulisan ini dikemukakan riwayat hidup 2 di antara
perawi hadis di atas, yaitu:
a.
Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah salah
satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah saw. Mengenai
nama aslinya dan nama ayahnya, para sejarawan beragam komentar. Di antara
mereka ada yang mengatakan Abd Rahman bin Shahar dan ada pula yang mengatakan
Abd Rahman bin Ghanam, bahkan ada yang menyebut namanya dengan nama Abdullah,
Sakin, Amir, Barir dan masih banyak lagi nama-nama yang lain.[4]
Namun yang paling masyhur adalah Abd Rahman bin Sakhar al-Dawsy (salah satu
kabilah di Yaman), sedangkan nama Islam yang diberikan Rasulullah sebagai pengganti
nama jahiliyahnya adalah Abd Syams bin Sakhar. Kemudian Rasulullah memberinya
gelar dengan Abu Hurairah pada saat Rasulullah melihat Abu Hurairah membawa
kucing dan pada akhirnya Abu Hurairahlah yang lebih dikenal dibanding nama
aslinya.
Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 hijriyah yaitu pada tahun
perang khabar dan meninggal dunia pada tahun 57 H. di al-Aqiq menurut
pendapat yang paling kuat. Dia juga dikenal sebagai pemimpin ahl al-Shuffah (para
sahabat yang menghuni masjid Nabawi). Dan dialah sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadis. Menurut Baqi bin Mukhallad sebanyak 5374 buah hadis yang
dia riwayatkan. Dia mengambil hadis dari sekitar 800 sahabat, bahkan al-Bukhari
meriwayatkan sekitar 93 hadis darinya sementara Imam Muslim meriwayatkan
sekitar 189 hadis darinya.[5]
Dan dia juga termasuk sahabat yang mendapatkan doa khusus dari Rasulullah yaitu
doa agar dapat menghapal semua apa yang didengarnya sebagaimana yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi dalam kitab mereka.[6]
Diantara guru-gurunya adalah Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat
senior seperti khulafa’ al-rasyidin, sepuluh sahabat yang dijamin masuk
surga, Aisyah dan lain-lain. Sementara murud-muridnya antara lain dari kalangan
sahabat seperti Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Usamah bin Zaid dan
sahabat-sahabat junior, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain adalah Hasan
al-Bashry, Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, Ibnu Syihab al-Zuhry dan
lain-lain.
b.
Abu Zur’ah
Nama
sebenarnya adalah Abdulah bin Abdul Karim, seorang hafidh besar yang terkenal,
teman temannya mengakui kelebihannya dalam ilmu hadits, Abu Zur’ah seorang
penghapal hadits dan seorang yang mendhabitkannya
Diriwayatkan
oleh al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits, bahwa diwaktu Qutaibah
bin Sa’ad pergi ke Rai, penduduknya meminta kepadanya.agar mengeluarkan hadits,
Maka Qutaibah menolak dan berkata,” Apakah yang aku riwayatkan kepada kamu
sesudah majlisku dihadiri Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Ali ibn Mahdy, Abu
Bakar ibn Abi Syainah dan Abu Khuzaimah?”. Mereka berkata kepadanya : disini
ada seorang pemuda yang dapat menyebutkan segala apa yang telah anda riwayatkan
dari majlis ke majlis, maka Abu Zur’ah pun menyebut hadits satu per satu. Al-Hakim
menggolongkan beliau ini ke dalam golongan fuqaha hadits.Ia wafat pada tahun
264 H.[7]
5.
Pengertian Kosa Kata dan Frase
تضمن : Akar katanya adalah ض-
م-ن yang berarti menjadikan sesuatu dalam kandungan/himpunan sesuatu
lain. Namun dalam hadis ini artinya adalah menjamin dengan cara mewajibkan pada
diri atas dasar memberi karunia dan memulyakan yang berarti menanggung atau menjamin
[8]
جهاد : Berasal dari kata جهد yang
berarti payah, usaha atau tenaga sehingga kata الجهاد jika
dibaca fathah jimnya maka bermakna tanah tandus atau keras sehingga dapat
dikatakan جهاد adalah usaha kuat dan keras atau mengarahkan seluruh daya dalam
menghadapi apa saja[9]
sehingga dalam hadis ini, jihad adalah mengerahkan segala daya dalam
berperang.
إيمان
بي : Berasal
dari kalimat أمن yang memiliki dua arti yaitu amanah (dapat dipercaya,
ketentraman hati) dan tasdiq (pembenaran)[10] dan
maksud iman dalam hadis di atas adalah keyakinan dengan hati, pembenaran dengan
lisan dan pengaplikasian dengan fisik. Makna asli iman adalah keyakinan dan
pembenaran mantap yang tak tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.
وتصديق
برسلي : Maksud
dari lafal ini adalah meyakini akan kebenaran para utusan Allah yang mulya. Dan
lafal ini juga mengandung dalil atau argumentasi bahwa iman adalah sesuatu yang
universal yang tidak dapat dipecah-pecah atau dipereteli. Maka iman tidak akan
sah hanya dengan beriman kepada sebagian kandungannya sedangkan kandungan iman
yang lain diingkari seperti beriman kepada Allah dan mendustakan para rasul. [11]
ضامن : Kata
ضامن dalam
hadis ini adalah menjadikan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam
jaminan dan tanggungan Rasulullah agar dimasukkan ke dalam surga di akhirat
kelak. Meskipun lafal ضامن dalam bentuk isim fa’il namun maknanya dapat berarti isim
maf’ul yakni orang yang dijamin.
غنيمة : Kata
ini pada dasarnya menunjukkan arti memanfaatkan sesuatu yang tidak pernah
dimiliki sebelumnya. Namun dalam hadis ini, yang dimaksud dengan غنيمة adalah harta yang diperoleh oleh
para mujahid dari musuh-musuhnya dengan cara paksa atau karena menang.
أجر :
adalah balasan bagi setiap amal, jamaknya adalah أجور atau إجارة sehingga dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan أجر dalam hadis ini adalah paha dari Allah swt yang akan diberikan
dan dinikmati di akhirat kelak.
نفس
محمد بيده : Kalimat ini merupakan salah satu bentuk sumpah atas nama Allah, Dzat Yang
Maha Suci lagi Maha Pencipta, karena semua jiwa makhluk ada dalam genggaman-Nya.
Dialah yang memiliki hak penuh akan kehidupan dan kematian, penciptaan dan pengadaan.
كلم : Kata yang terdiri dari ك-ل-م ini
memiliki dua makna yaitu ucapan yang memahamkan dan juga bermakna luka.[12] Dan
dalam hadis ini, makna yang dikehendaki adalah makna luka, maksudnya bahwa tak
satupun luka yang didapat dalam medan perang di jalan Allah kecuali luka itu
akan muncul di hari kiamat seperti semula, warnanya bagaikan warna darah dan
wanginya sewangi minyak kasturi.
يشق : kata
ini bermakna kesusahan, kepayahan dan keberatan. Sebagaimana firman Allah (وما
أريد أن أشق عليك) “Maka
aku tidak hendak memberatkan atau menyusahkan kamu”. Dan dalam hadits juga
dikatakan (لولا أن أشق علي أمتي لأمرتهم بالسواك
عند كل صلاة) “Seandainya
aku tidak menyusahkan atau memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk
bersiwak (sikat gigi) setiap mau shalat”.
خلاف
سرية : Lafal
ini terdiri dari dua kata yaitu خلاف yang
berarti belakang dan سرية yang berarti sekelompok pasukan atau satu kompi pasukan. Dari sini
dapat dipahami bahwa maksud lafal tersebut adalah Rasulullah tidak mau
ketinggalan dalam medan
perang, bahkan dia ingin keluar dan ikut serta dalam setiap perang bersama
kelompok atau kompi pasukan yang berjihad di jalan Allah.
سعة :
Arti dasarnya adalah keluasan, kemewahan dan kelapangan, akan tetapi yang
dimaksud dalam hadis ini adalah kekuatan,
kekuasaan dan harta yang cukup untuk menyiapkan pasukan dalam berjihad di jalan
Allah.
لوددت : Kata
ini berasal dari tiga huruf yaitu و-د-د yang
menunjukkan arti suka, kasih, sayang, harap dan angan-angan sehingga maksudnya
adalah saya suka dan mengharap sekali.
أغزو : Kata
أغزو terdiri
dari huruf غ-ز-و yang berarti mencari sesuatu, sukar
membuahkan atau melahirkan sehingga الغازى yaitu orang yang mencari dan susah
menghasilkan. Oleh karena itu, orang yang berperang dikatakan الغازى karena
dia mencari ridha Allah namun harus melalui susah payah.
6.
Kandungan Hadits
Dengan bentuk yang mengagumkan ini, Rasulullah memberikan gambaran
tentang pahala atau balasan orang yang berperang atau berjihad di jalan Allah yaitu
mereka yang mengorbankan jiwa dan hartanya demi mengangkat harkat dan martabat
agama serta memuliakan kalimat Allah. Balasan dan pahala apa yang lebih besar
(dari pahala jihad ini) dan kedudukan apa yang lebih tinggi melebihi kedudukan yang
diperuntukkan Allah kepada orang-orang yang berjihad di Jalan-Nya. Di mana
Allah berfirman
wur ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏFè% Îû È@Î6y «!$# $O?ºuqøBr& 4 ö@t/ íä!$uômr& yYÏã óOÎgÎn/u tbqè%yöã ÇÊÏÒÈ tûüÏmÌsù !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù tbrçųö;tGó¡our tûïÏ%©!$$Î/ öNs9 (#qà)ysù=t NÍkÍ5 ô`ÏiB öNÎgÏÿù=yz wr& ì$öqyz öNÍkön=tæ wur öNèd cqçRtóst ÇÊÐÉÈ
Artinya:
“Dan
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati
bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam
keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan
mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang
belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati”.(Q.S Ali Imran:169-
170) .
Kehidupan itu adalah kehidupan abadi lagi kekal selama-lamanya dalam
surga keabadian dan singgasana kenikmatan. Kehidupan itu hanyalah sebagian anugerah
yang diberikan oleh Allah sebagai penghormatan kepada para mujahid. Di samping
itu, dalam kehidupan dunia, Allah telah menyiapkan untuk mereka panggilan yang
indah (nama yang harum) di mana nama-nama mereka akan dikenang dalam daftar
sejarah sepanjang zaman.
Mereka senantiasa hidup meskipun jasad telah tiada, mereka
senantiasa disebut dan dielukan oleh setiap bibir dan dicintai oleh setiap
hati. Dan inilah rahasia pelarangan Allah berkata bahwa para syuhada (pahlawan
yang gugur di medan
perang) telah mati/gugur karena sesungguhnya Allah mengabadikan nama baik
mereka. Anugerah dan kemulyaan itu sudah cukup menjadi sebuah penghormatan dan
kebanggaan bagi mereka.
Sungguh hadis Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah telah
menjamin surga bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah, mengikhlaskan amal
baiknya untuk Allah, beriman kepada Rasul-Nya, membenarkan dan meyakini
janji-janji-Nya. Pahala dan balasan yang besar ini hanya diperuntukkan bagi
mujahid yang menuntut penegakan kalimat Allah dan memulyakan agama dibalik jihadnya.
Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang berperang karena nafsu belaka
supaya dikenal bahwa dia pemberani, atau berperang karena memperoleh materi
(harta rampasan) atau berperang karena melindungi keluarganya, maka Rasulullah
menjawab dengan kalimat yang mengagumkan seperti yang diriwayatkan darinya “Barang
siapa yang berperang untuk menegakkan dan mengangkat kalimat Allah maka dialah
yang berperang di jalan Allah”. Bahkan Rasulullah menutup hadisnya dengan
sebuah sumpah bahwa seandainya bukan karena orang-orang Islam akan mengalami kerumitan
dan kesusahan dan seandainya bukan kerena kepayahan yang akan menimpa
orang-orang mukmin, maka Rasulullah tidak akan pernah ketinggalan sedikitpun
mengambil bagian dalam setiap perang. Akan tetapi karena belas kasih sayangnyalah
terhadap umatnya sehingga dia tidak turut serta dalam setiap perang.
Rasulullah mengharap dan berangan-angan agar dia terbunuh di jalan
Allah kemudian hidup kembali kemudian berjihad dan terbunuh dan begitulah
seterusnya… karena dia tahu betapa besar pahala dan balasan bagi syuhada di
jalan Allah, maka hormatilah dan mulyakanlah setiap panglima dan pemimpin.
Betapa indah seorang sastrawan muslim berkebangsaan Turki seraya berkata “Jika
Anda tidak terbakar dan aku tidak terbakar maka dari mana cahaya itu akan
muncul?”.
Hadis di atas memberikan informasi tentang pentingnya setiap muslim
untuk berjihad di jalan Allah sebab apapun yang terjadi, apakah menang atau
kalah, semuanya akan mendapatkan balasan. Jika menang maka ada dua balasan yang
diperoleh yaitu balasan dunia berupa materi (harta rampasan) dan pahala di
akhirat nanti, namun jika kalah atau terbunuh maka juga akan mendapat balasan
yakni pahala dan mati syahid. Bahkan arwah mereka berada dalam surga. Kalaupun
tidak, mereka akan masuk surga bersama para al-sabiqin (orang Islam
awal) dan al-muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah) tanpa
hisab, tanpa adzab bahkan tanpa siksa karena dosa-dosanya sebab mati syahid-lah
yang menjadi penebus dan penghapus atas dosa-dosa yang telah dilakukannya
selama hidup.[13]
Adapun pengertian jihad menurut bahasa yaitu bermakna mengerahkan
seluruh kemampuan antara kedua belah pihak unuk saling mempertahankan
posisinya, meskipun hanya berdasarkan perkiraan saja. Kan makna jihad menurut
pengertian syara’, urf dan istilah adalah berperang di jalan Allah dengan
segala ketentuannya.[14]
Meskipun demikian, setiap muslim yang berjihad harus mengetahui
syarat-syarat atau kriteria agar perjuangannya dianggap jihad di jalan Allah. Di
antaranya adalah:
a.
Perjuangannya murni untuk menegakkan kalimat
Allah
b.
Beriman kepada Allah dan para rasul-Nya
c.
Ikhlas karena Allah dalam
berjuang.
Hanya dengan cara ini, perjuangan seseorang bernilia ibadah di sisi
Allah swt dan berhak mendapatkan jaminan dan janji Allah swt.
Di antara pesan dan kesan yang dapat dipetik dari hadis di atas
antara lain:
-
Keutamaan jihad dan mati
syahid.
-
Jaminan dan balasan bagi orang
yang berjihad di jalan Allah, baik di dunia dengan mendapatkan materi maupun di
akhirat dengan pahala yang besar dan surga.
-
Pentingnya iman dan ikhlas
dalam setiap aktivitas.
-
Semua luka yang didapat dalam
berjihad akan menjadi saksi di akhirat kelak.
-
Boleh bersumpah dengan memakai
nama Allah, sifat atau apa saja yang mengarah kepada-Nya.
-
Bukti belas kasih dan
kelembutan Rasulullah kepada umatnya
-
Mendahulukan mashlahah yang
paling penting di atas mashlahah yang lain.
-
Anjuran untuk menjaga kasih
sayang terhadap sesama muslim khususnya dan manusia pada umumnya.
-
Berusaha menghilangkan hal-hal
yang tidak menyenangkan atau membebani orang lain.
-
Senantiasa berharap memperoleh
kebaikan dan mati syahid.
-
Anjuran berangan-angan baik
meskipun secara adat (biasanya) mustahil terjadi.
-
Jihad hanya fardhu kifayah
bukan fardhu ‘ain.[15]
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Hasan,
Zakariya, Ahmad bin Faris bin. Mu’jam Maqayis al-Lughah. Bairut Lebanon:
Dar al-Fikr.
Abu al-Husain, al-Hajjaj,
Muslim bin. Shahih Muslim. Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996.
Abu Isa, Isa, Muhammad
bin. Al-jami’ al-Shahih Sunan al-Turmudzi. Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1987.
al-Afriqy, Manzhur,
Muhammad bin Mukrim bin. Lisan al-Arab. Bairut Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats
al-Araby, 1996.
al-Atsqalany, Abu
al-Fadhal, Hajar, Ahmad bin Ali bin.
Fath al-Bary. Bairut Lebanon: Dar
al-Ma’rifah, 1379.
Al-Bukhari, Abu
Abdillah, Ismail, Muhammad bin. Shahih Bukhari. Bairut Lebanon: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992.
Al-Darimy, Abd
Rahman, Abdullah bin. Sunan al-Darimy. Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Araby,
1407 H.
Http : // Sabda
Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01- 2010).
Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam
al-Wasit, Cet IV; Kairo: Maktabah al-
Syuruq al-Dauliyah, 2004.
Al-Mizzy, Abu
al-Hajjaj, al-Zaky bin, Yusuf. Tahdzib al-Kamal. Bairut Lebanon:
Muassasah al-Risalah, 1980.
al Munawar, H.S. Agil Husain dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan
Metodologi Tafsir, Cet I; Semarang: Dina Utama,1994
Al-Mubarakfury, Abu
al-‘Ala’ Muhammad, Abd Rahman bin Abd Rahim. Tuhfah al-Ahwadzi Syarh.
Bairut Lebanon:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Al-Nasa’i, Abu Abd
Rahman, Syuiab, Ahmad bin. Sunan al-Nasa’i. Halb: Maktab al-Mathbu’at
al-Islamiyah, 1986.
Al-Nawawy, Syaraf,
Yahya bin. Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi. Bairut Lebanon: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M.
Al-Nawiy, Syamsuddin
Ramadlan, Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid, Cet. I; Surabaya: Fadillah
Print,2006
Rasydiyanah, Andi, “Kata Pengantar” dalam Machmud suyuti, Syarah
Hadis-Hadis Kontroversial, Cet.I; Makassar: Yapma, 2006.
Al-Suyuthi, Abu Abd
Rahman…., Abd Rahman bin Abi Bakr. Syarh al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i. Halb:
Maktab al-Mathbu’ah al-Islamiyah. 1986 M./1406 H.
Hambal, Ahmad bin. Musnad
Ahmad. Bairut Lebanon: Dar al-Fikr.
Harun, Muhammad, Abd
Salam. Maqayis al-Lughah. Bairut Lebanon: Dar al-Fikr.
Ibnu Majah, Abu
Abdillah. Sunan Ibnu Majah. Bairut Lebanon: Dar al-Fikr.
Khon, Abdul Majid. Ulumul
Hadis. Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008.
Malik bin Anas. Muwattha’
Malik. Mesir: Dar Ihya’ al-Turast al-Araby.
[1] Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit ( Cet IV;
Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, 2004), h. 194.
[2] H.S. Agil Husain al Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an
dan Metodologi Tafsir, (Cet I;Semarang: Dina Utama,1994), h. 36.
[3] Abu
al-Husain, Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar ‘Alam
al-Kutub, 1996) Jilid 3 hal. 1495.
[4] Abu al-Hajjaj Yusuf bin Zaky
al-Mizzy, Tahdzib al-Kamal (Bairut Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980)
Jilid 32, hal 463.
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, cet ke-1, 2008), hal. 247 .
[6] Lebih lengkapnya lihat Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab
Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 hal. 56. Shahih Muslim kitab Fadhail
al-Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 hal. 1939 dan Sunan
al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah bab Manaqib Abi
Hurairah Jilid 5, hal. 684.
[7] Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01-
2010).
[8] Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis
al-Lughah, (Bairut Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 3 ,hal. 292.
[9] Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-Arab (Bairut
Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996) Jilid 3, hal.133.
[10] Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op.Cit. Jilid 1, hal. 138
[11] Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah. hal 170.
[12] Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op Cit. Jilid 5, hal 106.
[13] Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi (Bairut
Lebanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M) Jilid 13 hal. 19
[14] Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy, Hukum Islam seputar Jihad dan Mati
Syahid, (Cet. I;Surabaya:Fadillah Print,2006),h. 33.
[15] Faidah, pesan dan kesan yang dicatat dalam makalah ini diambil dan
disaring dari al-Muntaqy Syarh al-Muwattha’ Malik Jilid 3 hal 21,
Fath al-Bary Jilid 1 hal 58 Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim
Jilid 13 hal 19. Tuhfah al-Ahwadzi Syarh Sunan al-Turmudzi Jilid
5 hal 206 Syarh al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i Jilid 8 hal 117.
My Blog List