- Back to Home »
- Pemikiran Islam »
- Makalah "Al-Maturidiya"
Posted by : LaSaro'
Kamis, 10 Januari 2013
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada
dasarnya aliran al-Maturidiyah adalah merupakan sebuah aliran yang tidak jauh
berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah. Keduanya disebut lahir sebagai bentuk
pembelaan terhadap sunnah. Hanya saja tempat berkembangnya berbeda, aliran al-Asy’ariyah berkembang di Basrah sedangkan
aliran al-Maturidiyah berkembang di Samarkand.
Adalah
kota dimana tempat lahirnya aliran al-Maturidiyah, merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju
dan menjadi pusat perkembangan Mu’tazilah, disamping itu juga ditemukannya
aliran Mujassimah. Qaramithah dan Jahmiyah, Menurut Adam Metz. disana juga terdapat
pengikut Majusi, Yahudi dan Nasrani dalam jumlah yang besar.[1]
Al-Maturidi saat itu terlihat dalam hanyak pertentangan dan dialog setelah
melihat kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal ini dapat
dipahami karena teologi mayoritas saat itu adalah aliran Mu’tazilah yang mana hanyak menyerang golongan ahli fiqih dan ahli
hadis.
Baik Asy’ari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu’tazilah. Bahkan al-‘Asy’ari pada awalnya adalah seorang Mu’tazilah namun terdorong oleh keinginannya mempertahankan sunnah, maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam ahlussunnah wal jama’ah. Sepintas kita mungkin menyimpulkan hahwa keduanya pernah bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa lebih lanjut. Pada perkembangannya, aliran al-Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan. Pertama, golongan Samarkand, tempat dimana aliran ini lahir; Kedua, golongan Bukhara yang dipelopori oleh Bazdawi.
Baik Asy’ari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu’tazilah. Bahkan al-‘Asy’ari pada awalnya adalah seorang Mu’tazilah namun terdorong oleh keinginannya mempertahankan sunnah, maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam ahlussunnah wal jama’ah. Sepintas kita mungkin menyimpulkan hahwa keduanya pernah bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa lebih lanjut. Pada perkembangannya, aliran al-Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan. Pertama, golongan Samarkand, tempat dimana aliran ini lahir; Kedua, golongan Bukhara yang dipelopori oleh Bazdawi.
B.
Rumusan
Masalah
Berangkan
dari lalar belakang masalah tersehut di atas, maka dapatlah dirumuskan
permasalahan yang menjadi inti pembahasan pada makalah ini, yaitu :
1.
Bagaimana sejarah
timbul aliran al-Maturidiyah?
2.
Siapakah tokoh
penting aliran al-Maturidiyah (golongan Samarkand dan Bazdawi) dan bagaimana
pula pokok-pokok ajarannya ?
3.
Bagaimana pengaruh
al-Maturidiyah pada dunia Islam?
II.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Timbul Al-Maturidiyah
Aliran
al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berheda dengan aliran al-Asy’ariyah. Keduanya
dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran mi datang
untuk memenuhi kehutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari
ekstrimitas kaum rasionalis dimana yang berada dibarisan paling depan adalah
Mu’iazilah, maupun kaum tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hanbaliyah (para
pengikut Imam Ibnu Hanbal). Keduanya herbeda pendapat hanya dalam hal yang menyangkut
masalah cabang dan detailitas.[2]
Aliran al-Maturidiyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad
ke-4 H di wilayah Samarkand.[3]
Pada
awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak. aliran Asy’ariyah berkembang
di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran al-Maturidiyah
berkembang di Samarkand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus). Kedua
aliaran mi bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan memhentuk suatu mazhab.
Nampak jelas hahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqih kedua
aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (pengikut imam Hanafi membentengi
aliran-aliran Maturidiyah dan mereka kaitkan akarnya sampai pada imam Abu
Hanifah sendiri.[4] Teolog
yang juga bermazhab Hanafiyah seperti Maturidi adalah Abu Ja’far al-Tahawi di
Mesir. Dia adalah seorang ulama besar dibidang hadis dan fiqih yang teiah
mengembangkan dogma-dogma teologi yang lebih besar. Lebih dari satu abad,
mazhab Asy’ariyah tetap populer hanya diantara pengikut Syafi‘iyah sementara
mazhab Maturidiyah dan begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya diantara
pengikut Hanafi.[5]
B.
Tokoh
Penting aliran al-Maturidiyah
Seperti
telah dikemukakan terdahulu, bahwa aliran al-Maturidiyah terbagi pada dua
golongan, yaitu golongan Samarkand dan
golongan Bukhara. Masing-masing golongan ini memiliki tokoh penting
dengan pokok-pokok ajarannya masing-masing.
1.
Golongan
Samarkand
a.
Biografi Abu
Mansyur al-Maturidi
Abu Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi lahir di Samarkand pada pertengahan ke dua dari
abad ke sembilan Masehi dan meninggal di tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut
Abu Hanifah dan faham-faham teologinya banyak persamaannya dengan faham-faham
yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu
Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama
al-Maturidiyah. [6]
Pada
versi lain dikatakan bahwa Nama lengkap beliau adalah Muhammad Bin Muhammad Abu
Manshur Al-Maturidi. Garis keturunannya masih bersambung dengan sahahat Abu
Ayub Al-Anshary.[7]
Dia lahir dikota Maturid, Samarkand. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan
jelas, diperkirakan sekitar tahun 238 H. dan kemudian meninggal pada tahun 333
H. Beliau juga digelar “imam al-huda”.
“imam al-mutakallimin”, dan “raiys ahlussunnah”.[8]
Tidak banyak yang dapat diketahui secara langsung dari dirinya, karena mazhab
yang dibentuknya berkembang tegak melalui tulisan murid-rnuridnya.[9]
Al-Maturidi
memperoleh pelajaran ilmu fiqh dan ilmu kalam dari seorang alim bernarna Ali
Nazar Bin Yahya Al-Baikhi, yang dalam negerinya sedang terjadi perdebatan
antara ulama fiqih dan hadis dengan orang-orang Mu’tazilah baik mengenai ilmu kalam, maupun ilmu fiqih dan pokok-pokoknya.
Situasi
yang penuh pertentangan itulah yang mendorong al-Maturidi bersungguh-sungguh
menyelidiki persoalan-persoalan yang ada, sehingga akhirnya ia menjadi seorang
alim dalam ilmu fiqh dan ushul-ushulnya serta dalam ilmu kalam. Ulama yang ahli tentang ushuluddin waktu itu sangat sedikit
sehingga ia terpaksa mengembara kian kemari untuk memperoleh bahan-bahan dan
alasan yang dikehendakinya, sebagaimana katanya sendiri ia pernah pergi ke
Bashrah sampai 22 kali untuk menghadiri ceramah-ceramah rnengenai “aqaid’ dan kuliah-kuliah ilmu fiqh sampai akhirnya ia menjadi
ahli dalam ilmu tersebut.[10]
Karangan
beliau terbagi dalam 3 cabang penting yaitu tafsir,
ilmu kalam dan ushul fiqih.
Diantara karya beliau dalam ilmu kalam adalah Kitab Tauhid yang menunjukkan kemampuan nalar dan keluasan
wawasannya dalam menggunakan dalil-dalil ‘aqaid
untuk mempertahankan pendapatnya. Buku mi juga memperlihatkan kepada kita
bagaimana beliau menguasai beragam pendapat yang bertolak belakang dengan
ajaran ahlu-sunnah wal jamaah baik
itu dimiliki kelompok yang menyandarkan pada ajaran Islam atau di luar Islam.
Hal mi bukanlah sesuatu yang mudah kecuali bagi orang yang telah menguasai
dalil-dalil ‘aqli yang ada dan paham
akan penggunannnya. Kepandaian beliau juga sangat menonjol dalarn penggunaan bahasa.
Terbukti dengan komentar Az-Zamakhsyari terhadap beliau berbunyi “tidaklah
metode ini ditempuh melainkan oleh seseoarang yang ahli dalam ilmu ma’ani dan ilmu bayan.[11]
Karya beliau dalarn bidang tafsir ”Ta’wilatul
Qur’an”, sedangkan dalam ushul fiqh ”Ma’khadussyarai’
dan ”Jadal” namun kedua karyanya yang
terakhir ini tidak ditemukan.[12]
b.
Pokok-pokok
Ajarannya
Sebagai
pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaahnya,
al-Maturidi banyak pula rnemakai akal dalam sistem teologinya. Oleh karena itu
antara teologinya dan teologi aI-Asy’ari banyak perbedaan, sungguhpun keduanya
timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’ tazilah.[13]
-
Tentang
sifat-sifat Tuhan
Dalam
soal sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan antar al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Baginya Tuhan juga mempunyai sifat-sifat.[14] Maka menurut
pendapatnya, Tuhan mengetahui bukan dengan dzatnya, tetapi mengetahui dengan
pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan dzat-Nya[15].
-
Tentang
perbuatan manusia
Mengenai masalah perbuatan-perbuatan manusia,
al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya
yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. [16] Dengan demikian ia
mempunyai faham qadariyah dan bukan faham jabariyah atau kasb Asy’ari. Disamping
itu ia berpendapat Tuhan rnempunyai kewajiban- kewajihan tertentu. [17]
Tentang kalam Allah, al-Maturidi
tidak sepaharn dengan Mu’tazilah tentang masalah Alquran yang menimbulkan
pertentangan itu. Ia berpandapat kalam Allah tidak diciptakan tapi bersifat qadim.
-
Tentang dosa
besar
Mengenaia
masalah dosa besar al-Maturidi sepaham dengan al-Asy’ari, yaitu bahwa orang
yang berdosa besar masih tetap rnukmin. dan soal dosa besarnya nanti akan
ditentukan Allah kelak diakhirat. Jadi Ãa menolak faham posisi rnenengah kaurn
Mu’taziiah.
-
Tentang al-wa’d wal waid
Tatapi soal al-wa’ad wa al-wa’id Al-Maturidi sefaham dengan Mu’tazilah,
bahwasanya janji-janji dan ancaman-ancaman Tuhan, tidak boleh tidak, mesti terjadi kelak.
-
Tentang
antrophomorphisme[18]
Dalam persoalan
anthropomorphisme, al-Maturidi sealiran dengan Mu’tazilah. Ia tidak sependapat
dengan al-Asy’ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk
jasmani tak dapat diberi interpretasi atau ta’wil. Menurut pendapatnya tangan,
wajah dan sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan. Beliau sependapat dengan
Mu’tazilah bahwa ayat-ayat yang rnenggambarkan Tuhan dapat diberi interpretasi.[19]
Ada
banyak konsep yang beliau kemukakan namun kiranya yang perlu diketahui
sanggahan beliau terhadap pandangan Mu’tazilah yang menetapkan bahwa apa yang
dilakukan oleh Allah itu bukan dengan ikhtiar tapi karena suatu keharusan dan
hal lain yang berhubungan dengan fi’lullah
Beliau mengatakan bahwa af’al yang
dimiliki oleh Allah adalah dalam bentuk penciptaanya, sedangkan yang dimiliki
manusia adalah kasab sebagai bentuk ciptaan. Semua ini sebagai dasar bahwa fi’il Allah sebagai sesuatu yang dilihat
secara hakikatnya dan fi’il manusia sebagai majaz. Teori yang beliau kernukakan
nantinya sebagai bantahan atas paham
Jabariyah, Qadariyah dan Mu’tazilah.
Secara
umurn aliran al-Maturidiyah tidak jauh berbeda dengan al-Asyariyah dalam
prinsip dasar, hanya berbeda dalam pengungkapan atau penjelasannya. Yang paling
menonjol adalah bahwasanya Asy’ari berpendapat Maturidi rnenyetujui kebebasan
berkehendak sesuai dengan konsekuensi logis dan gagasan keadilan dan gagasan
pembalasan Tuhan, sedang al-Asy’ari berpendapat bahwa kehendak Tuhan tidak
dapat dibayangkan dalam kapasitas logika manusia. Tuhan dapat saja mengirim
manusia yang baik ke dalam neraka. Al-Maturidi mengakui bahwa pahala dan atau
hukurnan adalah sebanding dengan perbuatan manusia itu sendiri. Perbedaan lain
al-Asy’ari berpendapat bahwa ma’rifat
kepada Allah adalah berdasarkan tuntunan syara’,
sedangkan al-Maturidi berpendapat hal itu diwajibkan oleh akal fikiran. Sesuatu
itu baik atau buruk, diwajibkan oleh syara’ atau dilarangnya. Sedangkan menurut
al-Maturidi, sesuatu itu sendiri mempunyal sifat baik dan buruk. Dalam hal mi
al-Maturidy tampak lebih mendekati Mu’tazilah.[20]
Sekalipun
aI-Maturidiyah memberikan porsi akal fikiran lebih banyak dan karena itu dia
mendakati Mu’tazilah. namun bila diperhatikan ternyata terdapat pula
perbedaan-perbedaan. Mu’tazilah berpendapat bahwa ma’rifat kepada Allah adalah kewajihan akal fikiran narnun
al-Maturidi rnenilai bahwa ma’rifat
kepada Allah mungkin merupakan kewajiban akal fikiran akan tetapi kewajiban itu
tidak akan terjadi kecuali dari yang membuat kewajiban yaitu Allah Ta’ala
2.
Golongan
Bukhara
a.
Biografi
al-Bazdawi
Nama lengkap al-Bazdawi ialah Abu al-Yusuf Muhammad al-Bazdawi
(421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi. Al-Bazdawi
mengetahui ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri memiliki
murid-murid dan salah seorang diantaranya ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi
(460-537 H), pengarang buku al-’Aqaid al—
nasafiah.[21]
b.
Pokok-pokok
Ajarannya
Menurut
pendapat ãl-Mawardi, akal rnengetahui tiga persoalan teologis, yakni:
- Akal dapat mengetahui adanya Tuhan
-.
Akal dapat rnengetahui kewajiban mengetahui Tuhan
-.
Akal dapat mengetahui baik dan buruk.
Dalam
persoalan rnengetahui manakah kewajiban berbuat yang baik dan mengetahui
perbuatan yang buruk hanya dapat diketahui wahyu. Pendapat ini dapat diterima
oleh pengikut-pengikut Maturidiyah di Samarkand. Dan pendapat demikian tidak
jauh berbeda dengan pendapat Mu’tazilah. Tetapi pendapat tersebut sebagian
ditolak Maturidiyah Bukhara. Menurut Maturidiyah Bukhara: “akal hanya dapat
mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban untuk mengetahui
Tuhan”. Sebab untuk dapat mengetahui kewajiban tersebut hanya melalui wahyu.
Demikian juga akal hanya dapat mengetahui yang haik dan yang buruk. tetapi akal
tidak dapat mengetahui kewajiban melakukan yang baik atau yang buruk. Untuk
dapat mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut harus dengan melalui wahyu.
Berdasarkan
pada uraian tersebut diatas, dapatlah dipahami bahwa aliran Maturidiyah Bukhara
lebih dekat kepada Asy’ariyah sedangkan aliran Maturidiyah Samarkand dalam
beberapa hal lebih dekat kepada Mutazilah. terutama dalam masalah keterbukaan
terhadap peranan akal .[22]
C.
Pengaruh
al-Maturidiyah di Dunia Islam
Terhadap
perkembangan dunia Islam, aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh
yang amat besar. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri
mengambil sikap tengah antara “dalil aqli”
dan “dalil naqli”, pandangannya yang
bersifat universal dalam menghubungkan rnasalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy.
Disamping
itu, aliran ini juga berusaha rnenghubungkan antara fikir dan amal,
mengutarnakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak
ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak
kelemahannya.
Keistimewaan
lainnya yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan
atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah
terjadi dikalangan Khawarij, Rawafidh dan Qadariyah.[23]
Aliran ini selanjutnya banyak dianut oleh rnazhab Hanafiyah dan masih terus
berkembang hingga saat ini.
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pada urian-uraian bab terdahulu, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Latar belakang
munculnya aliran al-Maturidiyah tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah,
yakni bahwa aliran muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah yang
terlalu mengandalkan logika akal dalam memahami agama.
2.
aliran
Mu’tazilah Bahwa Abu Manshur al-Maturidi sebagai pendiri aliran ini lebih
banyak memberikan porsi akal dalarn memahami agama dibanding al-Asy’ari, tetapi
juga tdiak sama dengan
3.
Pokok-pokok
ajaran al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kemiripan dengan aliran
al-Asy’ariyah dalarn menghadapi pendapat-pendapat Mu’tazilah. Perbedaannya
yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau dalarn
masalah cabang.
4.
Dalam perkembangan
selanjutnya, aliran ini terbagi menjadi
dua golongan, yaitu golongan Maturidiyah Samarkand yang dipelopori oleh
al-Maturidi, yang diidentikkan lebih dekat ke Mu’tazillah dalarn beberapa hal, dan golongan Maturidiyah Bukhara yang
dipelopori oleh al-Bazdawi yang lebih dekat dengan aliran al-Asy’ariyah..
5.
Aliran
al-Maturidiyah sebagian besar didukung oleh pengikut mazhab Hanafi. Hal ini
dikarenakan pendirinya mendapatkan pandangan-pandangan tauhid dan pendapat
Imarn Abu hanifah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama,
Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta:
Surya Cipta Aksara, 1995
Abubakar,
Prof, Dr., Ahlussunnah wal Jamna’ah,
Cet I; Jakarta: Yayasan Baitul Mal,1969
a1-Magrihiy,
‘Au, Dr., Imam Ahlussunnah wal Jaina’ah
Abu Manshur al-Maturidi Risalah Doktorah Basriqiyah asy-Syarf al-Uwla Kullliyat
al-Adab. Kairo: Jami’ah aI-Qahirah, t.th
Hanafi. Ahmad, Thologi Islam, Cet IX; Jakarta: Bulan
Bintang, 1991
Haimid, Audi
Tahir, Berbagai Agama dun Kepercaaan.
Cet 1; Makassar: A. T. Hamid, 2003
Hasan, Muhammad
Tholhah, Ahlussunnah wal Jamaah dalam
Persepsi dan Tradisi NU. Cet III: Jakarta: Lantahora Press, 2005
Madkour,
Ibrahim, Dr., Aliran dan Teori Filsafat
Islam. Cet I; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995
Muhammad,
Abdul Qahir bin Tahir, Al-Farqu Bainal
Firaq, Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnaniy, t.th
Muhammad,
Ali Jum’ah, Dr., Mausu’ah A’lain al-Fikui
al-Islamiy, Cet III; Kairo: Wizaratul Awqaf, 2004
Munawwir, Ahmad
Wairson. Kainus aI-Munawwir, Cet II: Surabaya: Pustaka Progressi f, 1997
Musa, Jalal
Muhammad, Dr., Nasy’at al-Asy’ariyyah wa
Tathawwuriha, Beirut: Dar al-Kitab aI-Lubnaniy, t.th
Nasir,
Sahilun A, Pengantar Ilmu Kalam, Cet.
III; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996
Nasution,
Harun, Prof, Dr., Islam Ditinjau don
Berbugai Aspeknya, Cet I: Jakarta: Bulan Bintang, 1974
Nasi Sayyed
Hossein , Intelektual Islam, Cet I;
Yogyakarta: Pustaka Pe1ajar 1996
[1]
Muhammad Thoha Hasan, Ahlussunna wal
Jama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU (Cd ii Jakm-gn I aniuhnia Prcss
2005). h. 24
[2] Ibid, h. 81
[3] Dr. Ihrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam (Cet I:
Jakarta: Sinar Grafika ofset, 1995), h.80
[4] Ibid.
[5]
Sayyed Hossein Nasr. Intelektual islam.
(Cet I; Yogakarta: Pustaka Pelajar. 1996),
h. 15
[10]
Prof. Dr. H. Abubakar Aceh, Ahlussunnah wal Jama’ah, (Cet. I;
Jakarta: Yayasan Baitul Mal, 1969), h.23
[11]
Dr.AIi al-Magrihiy, Imam Ahlussunnah wal
Jama’ah Abu Mansur al-Maturidi (Cairo: Risalah Doktorah as-Syarf al al-Uwla. Kulliat al-Adab. t.th ) h. 20
[12] Dr.
Ali Jum’ah, dkk. Op.cit., h. 876
[13]
Prof. Harun Nasution, Teologi Islam,
(Cet V. Jakarta: UI Press, 1986), h. 76-77
[14] Abu Yusuf Muhammad al-Bazdawi,
Kitab Usul al-Din, Ed. Dr. Hans Peter Linss, (Kairo: ‘Isa al-Babi
al-Halabi, 1963, h. 34.
[15] Al-Maturidi, Kitab Syarh
al-Akbar, (Hyderabad: Dar’irah al-Ma’arif al-Nizamiah, 1321 H), h.. 22.
[16] Ibid., h. 11
[17] Ibid., h. 122
[18]
Antropomorphisme adalah paham jisim pada Tuhan, lihat Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 223.
[20] Ibid.
[21]
Harun Nasution. Op.cit
[22] Muhammad Tholhah
Hasan. Loc. Cit.
[23]
Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu
Bainal Firaq (Bairut : Dar al-Kutub al-ilmiah: t.th). h, 282
My Blog List