Posted by : LaSaro' Kamis, 10 Januari 2013


I.  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya aliran al-Maturidiyah adalah merupakan sebuah aliran yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah. Keduanya disebut lahir sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah. Hanya saja tempat berkembangnya berbeda,  aliran al-Asy’ariyah berkembang di Basrah sedangkan aliran al-Maturidiyah berkembang di Samarkand.
Adalah kota dimana tempat lahirnya aliran al-Maturidiyah,   merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju dan menjadi pusat perkembangan Mu’tazilah, disamping itu juga ditemukannya aliran Mujassimah. Qaramithah dan Jahmiyah, Menurut Adam Metz. disana juga terdapat pengikut Majusi, Yahudi dan Nasrani dalam jumlah yang besar.[1] Al-Maturidi saat itu terlihat dalam hanyak pertentangan dan dialog setelah melihat kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal ini dapat dipahami karena teologi mayoritas saat itu adalah aliran Mu’tazilah yang mana  hanyak menyerang golongan ahli fiqih dan ahli hadis.
Baik Asy’ari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu’tazilah. Bahkan al-‘Asy’ari pada awalnya adalah seorang Mu’tazilah namun terdorong oleh keinginannya mempertahankan sunnah, maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam ahlussunnah wal jama’ah. Sepintas kita mungkin menyimpulkan hahwa keduanya pernah bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa lebih lanjut. Pada perkembangannya,  aliran al-Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan. Pertama,  golongan Samarkand, tempat dimana aliran ini lahir; Kedua, golongan Bukhara yang dipelopori oleh Bazdawi.
B.     Rumusan Masalah
Berangkan dari lalar belakang masalah tersehut di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang menjadi inti pembahasan pada makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana sejarah timbul aliran al-Maturidiyah?
2.      Siapakah tokoh penting aliran al-Maturidiyah (golongan Samarkand dan Bazdawi) dan bagaimana pula pokok-pokok ajarannya ?
3.      Bagaimana pengaruh al-Maturidiyah pada  dunia Islam?
II.              PEMBAHASAN
A.    Sejarah Timbul Al-Maturidiyah
Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berheda dengan aliran al-Asy’ariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran mi datang untuk memenuhi kehutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis dimana yang berada dibarisan paling depan adalah Mu’iazilah, maupun kaum tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hanbaliyah (para pengikut Imam Ibnu Hanbal). Keduanya herbeda pendapat hanya dalam hal yang menyangkut masalah cabang dan detailitas.[2] Aliran al-Maturidiyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke-4 H di wilayah Samarkand.[3]
Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak. aliran Asy’ariyah berkembang di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran al-Maturidiyah berkembang di Samarkand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus). Kedua aliaran mi bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan memhentuk suatu mazhab. Nampak jelas hahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqih kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (pengikut imam Hanafi membentengi aliran-aliran Maturidiyah dan mereka kaitkan akarnya sampai pada imam Abu Hanifah sendiri.[4] Teolog yang juga bermazhab Hanafiyah seperti Maturidi adalah Abu Ja’far al-Tahawi di Mesir. Dia adalah seorang ulama besar dibidang hadis dan fiqih yang teiah mengembangkan dogma-dogma teologi yang lebih besar. Lebih dari satu abad, mazhab Asy’ariyah tetap populer hanya diantara pengikut Syafi‘iyah sementara mazhab Maturidiyah dan begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya diantara pengikut Hanafi.[5]
B.     Tokoh Penting aliran al-Maturidiyah
Seperti telah dikemukakan terdahulu, bahwa aliran al-Maturidiyah terbagi pada dua golongan, yaitu golongan Samarkand dan  golongan Bukhara. Masing-masing golongan ini memiliki tokoh penting dengan pokok-pokok ajarannya masing-masing.
1.      Golongan Samarkand
a.       Biografi Abu Mansyur al-Maturidi
Abu Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi lahir di Samarkand pada pertengahan ke dua dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal di tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan faham-faham teologinya banyak persamaannya dengan faham-faham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama al-Maturidiyah. [6]
Pada versi lain dikatakan bahwa Nama lengkap beliau adalah Muhammad Bin Muhammad Abu Manshur Al-Maturidi. Garis keturunannya masih bersambung dengan sahahat Abu Ayub Al-Anshary.[7] Dia lahir dikota Maturid, Samarkand. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan jelas, diperkirakan sekitar tahun 238 H. dan kemudian meninggal pada tahun 333 H. Beliau juga digelar “imam al-huda”. “imam al-mutakallimin”, dan “raiys ahlussunnah”.[8] Tidak banyak yang dapat diketahui secara langsung dari dirinya, karena mazhab yang dibentuknya berkembang tegak melalui tulisan murid-rnuridnya.[9]
Al-Maturidi memperoleh pelajaran ilmu fiqh dan ilmu kalam dari seorang alim bernarna Ali Nazar Bin Yahya Al-Baikhi, yang dalam negerinya sedang terjadi perdebatan antara ulama fiqih dan hadis dengan orang-orang Mu’tazilah baik mengenai ilmu kalam, maupun ilmu fiqih dan pokok-pokoknya.
Situasi yang penuh pertentangan itulah yang  mendorong al-Maturidi bersungguh-sungguh menyelidiki persoalan-persoalan yang ada, sehingga akhirnya ia menjadi seorang alim dalam ilmu fiqh dan ushul-ushulnya serta dalam ilmu kalam. Ulama yang ahli tentang ushuluddin waktu itu sangat sedikit sehingga ia terpaksa mengembara kian kemari untuk memperoleh bahan-bahan dan alasan yang dikehendakinya, sebagaimana katanya sendiri ia pernah pergi ke Bashrah sampai 22 kali untuk menghadiri ceramah-ceramah rnengenai “aqaid’ dan kuliah-kuliah ilmu fiqh sampai akhirnya ia menjadi ahli dalam ilmu tersebut.[10]
Karangan beliau terbagi dalam 3 cabang penting yaitu tafsir, ilmu kalam dan ushul fiqih. Diantara karya beliau dalam ilmu kalam adalah Kitab Tauhid yang menunjukkan kemampuan nalar dan keluasan wawasannya dalam menggunakan dalil-dalil ‘aqaid untuk mempertahankan pendapatnya. Buku mi juga memperlihatkan kepada kita bagaimana beliau menguasai beragam pendapat yang bertolak belakang dengan ajaran ahlu-sunnah wal jamaah baik itu dimiliki kelompok yang menyandarkan pada ajaran Islam atau di luar Islam. Hal mi bukanlah sesuatu yang mudah kecuali bagi orang yang telah menguasai dalil-dalil ‘aqli yang ada dan paham akan penggunannnya. Kepandaian beliau juga sangat menonjol dalarn penggunaan bahasa. Terbukti dengan komentar Az-Zamakhsyari terhadap beliau berbunyi “tidaklah metode ini ditempuh melainkan oleh seseoarang yang ahli dalam ilmu ma’ani dan ilmu bayan.[11] Karya beliau dalarn bidang tafsir ”Ta’wilatul Qur’an”, sedangkan dalam ushul fiqh ”Ma’khadussyarai’ dan ”Jadal” namun kedua karyanya yang terakhir ini tidak ditemukan.[12]
b.      Pokok-pokok Ajarannya
Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaahnya, al-Maturidi banyak pula rnemakai akal dalam sistem teologinya. Oleh karena itu antara teologinya dan teologi aI-Asy’ari banyak perbedaan, sungguhpun keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’ tazilah.[13]
-          Tentang sifat-sifat Tuhan
Dalam soal sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan antar al-Asy’ari dan al-Maturidi. Baginya Tuhan juga mempunyai sifat-sifat.[14] Maka menurut pendapatnya, Tuhan mengetahui bukan dengan dzatnya, tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan dzat-Nya[15].
-          Tentang perbuatan manusia
Mengenai masalah perbuatan-perbuatan manusia, al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. [16] Dengan demikian ia mempunyai faham qadariyah dan bukan faham jabariyah atau kasb Asy’ari. Disamping itu ia berpendapat Tuhan rnempunyai kewajiban- kewajihan tertentu. [17] Tentang kalam Allah, al-Maturidi tidak sepaharn dengan Mu’tazilah tentang masalah Alquran yang menimbulkan pertentangan itu. Ia berpandapat kalam Allah tidak diciptakan tapi bersifat qadim.
-          Tentang dosa besar
Mengenaia masalah dosa besar al-Maturidi sepaham dengan al-Asy’ari, yaitu bahwa orang yang berdosa besar masih tetap rnukmin. dan soal dosa besarnya nanti akan ditentukan Allah kelak diakhirat. Jadi ía menolak faham posisi rnenengah kaurn Mu’taziiah.
-          Tentang al-wa’d wal waid
Tatapi soal al-wa’ad wa al-wa’id Al-Maturidi sefaham dengan Mu’tazilah, bahwasanya janji-janji dan ancaman-ancaman Tuhan, tidak  boleh tidak, mesti terjadi kelak.
-          Tentang antrophomorphisme[18]
Dalam persoalan anthropomorphisme, al-Maturidi sealiran dengan Mu’tazilah. Ia tidak sependapat dengan al-Asy’ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diberi interpretasi atau ta’wil. Menurut pendapatnya tangan, wajah dan sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan. Beliau sependapat dengan Mu’tazilah bahwa ayat-ayat yang rnenggambarkan Tuhan dapat diberi interpretasi.[19]
Ada banyak konsep yang beliau kemukakan namun kiranya yang perlu diketahui sanggahan beliau terhadap pandangan Mu’tazilah yang menetapkan bahwa apa yang dilakukan oleh Allah itu bukan dengan ikhtiar tapi karena suatu keharusan dan hal lain yang berhubungan dengan fi’lullah Beliau mengatakan bahwa af’al yang dimiliki oleh Allah adalah dalam bentuk penciptaanya, sedangkan yang dimiliki manusia adalah kasab sebagai bentuk ciptaan. Semua ini sebagai dasar bahwa fi’il Allah sebagai sesuatu yang dilihat secara hakikatnya dan fi’il manusia sebagai majaz. Teori yang beliau kernukakan nantinya sebagai bantahan atas paham Jabariyah, Qadariyah dan Mu’tazilah.
Secara umurn aliran al-Maturidiyah tidak jauh berbeda dengan al-Asyariyah dalam prinsip dasar, hanya berbeda dalam pengungkapan atau penjelasannya. Yang paling menonjol adalah bahwasanya Asy’ari berpendapat Maturidi rnenyetujui kebebasan berkehendak sesuai dengan konsekuensi logis dan gagasan keadilan dan gagasan pembalasan Tuhan, sedang al-Asy’ari berpendapat bahwa kehendak Tuhan tidak dapat dibayangkan dalam kapasitas logika manusia. Tuhan dapat saja mengirim manusia yang baik ke dalam neraka. Al-Maturidi mengakui bahwa pahala dan atau hukurnan adalah sebanding dengan perbuatan manusia itu sendiri. Perbedaan lain al-Asy’ari berpendapat bahwa ma’rifat kepada Allah adalah berdasarkan tuntunan syara’, sedangkan al-Maturidi berpendapat hal itu diwajibkan oleh akal fikiran. Sesuatu itu baik atau buruk, diwajibkan oleh syara’ atau dilarangnya. Sedangkan menurut al-Maturidi, sesuatu itu sendiri mempunyal sifat baik dan buruk. Dalam hal mi al-Maturidy tampak lebih mendekati Mu’tazilah.[20]
Sekalipun aI-Maturidiyah memberikan porsi akal fikiran lebih banyak dan karena itu dia mendakati Mu’tazilah. namun bila diperhatikan ternyata terdapat pula perbedaan-perbedaan. Mu’tazilah berpendapat bahwa ma’rifat kepada Allah adalah kewajihan akal fikiran narnun al-Maturidi rnenilai bahwa ma’rifat kepada Allah mungkin merupakan kewajiban akal fikiran akan tetapi kewajiban itu tidak akan terjadi kecuali dari yang membuat kewajiban yaitu Allah Ta’ala
2.      Golongan Bukhara
a.       Biografi al-Bazdawi
Nama lengkap al-Bazdawi  ialah Abu al-Yusuf Muhammad al-Bazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi. Al-Bazdawi mengetahui ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri memiliki murid-murid dan salah seorang diantaranya ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-’Aqaid al— nasafiah.[21]
b.      Pokok-pokok Ajarannya
Menurut pendapat ãl-Mawardi, akal rnengetahui tiga persoalan teologis, yakni:
-  Akal dapat mengetahui adanya Tuhan
-. Akal dapat rnengetahui kewajiban mengetahui Tuhan
-. Akal dapat mengetahui baik dan buruk.
Dalam persoalan rnengetahui manakah kewajiban berbuat yang baik dan mengetahui perbuatan yang buruk hanya dapat diketahui wahyu. Pendapat ini dapat diterima oleh pengikut-pengikut Maturidiyah di Samarkand. Dan pendapat demikian tidak jauh berbeda dengan pendapat Mu’tazilah. Tetapi pendapat tersebut sebagian ditolak Maturidiyah Bukhara. Menurut Maturidiyah Bukhara: “akal hanya dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan”. Sebab untuk dapat mengetahui kewajiban tersebut hanya melalui wahyu. Demikian juga akal hanya dapat mengetahui yang haik dan yang buruk. tetapi akal tidak dapat mengetahui kewajiban melakukan yang baik atau yang buruk. Untuk dapat mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut harus dengan melalui wahyu.
Berdasarkan pada uraian tersebut diatas, dapatlah dipahami bahwa aliran Maturidiyah Bukhara lebih dekat kepada Asy’ariyah sedangkan aliran Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada Mutazilah. terutama dalam masalah keterbukaan terhadap peranan akal .[22]
C.       Pengaruh al-Maturidiyah di Dunia Islam
Terhadap perkembangan dunia Islam, aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh yang amat besar. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara “dalil aqli” dan “dalil naqli”, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan rnasalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy.
Disamping itu, aliran ini juga berusaha rnenghubungkan antara fikir dan amal, mengutarnakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.
Keistimewaan lainnya yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan Khawarij, Rawafidh dan Qadariyah.[23] Aliran ini selanjutnya banyak dianut oleh rnazhab Hanafiyah dan masih terus berkembang hingga saat ini.
III.              KESIMPULAN
Berdasarkan pada urian-uraian bab terdahulu, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.         Latar belakang munculnya aliran al-Maturidiyah tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’ariyah, yakni bahwa aliran muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan logika akal dalam memahami agama.
2.         aliran Mu’tazilah Bahwa Abu Manshur al-Maturidi sebagai pendiri aliran ini lebih banyak memberikan porsi akal dalarn memahami agama dibanding al-Asy’ari, tetapi juga tdiak sama dengan
3.         Pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kemiripan dengan aliran al-Asy’ariyah dalarn menghadapi  pendapat-pendapat Mu’tazilah. Perbedaannya yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau dalarn masalah cabang.
4.         Dalam perkembangan selanjutnya,  aliran ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Maturidiyah Samarkand yang dipelopori oleh al-Maturidi, yang diidentikkan lebih dekat ke Mu’tazillah dalarn beberapa hal,  dan golongan Maturidiyah Bukhara yang dipelopori oleh al-Bazdawi yang lebih dekat dengan aliran al-Asy’ariyah..
5.         Aliran al-Maturidiyah sebagian besar didukung oleh pengikut mazhab Hanafi. Hal ini dikarenakan pendirinya mendapatkan pandangan-pandangan tauhid dan pendapat Imarn Abu hanifah.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Surya Cipta Aksara, 1995
Abubakar, Prof, Dr., Ahlussunnah wal Jamna’ah, Cet I; Jakarta: Yayasan Baitul Mal,1969
a1-Magrihiy, ‘Au, Dr., Imam Ahlussunnah wal Jaina’ah Abu Manshur al-Maturidi Risalah Doktorah Basriqiyah asy-Syarf al-Uwla Kullliyat al-Adab. Kairo: Jami’ah aI-Qahirah, t.th
Hanafi. Ahmad, Thologi Islam, Cet IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Haimid, Audi Tahir, Berbagai Agama dun Kepercaaan. Cet 1; Makassar: A. T. Hamid, 2003
Hasan, Muhammad Tholhah, Ahlussunnah wal Jamaah dalam Persepsi dan Tradisi NU. Cet III: Jakarta: Lantahora Press, 2005
Madkour, Ibrahim, Dr., Aliran dan Teori Filsafat Islam. Cet I; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995
Muhammad, Abdul Qahir bin Tahir, Al-Farqu Bainal Firaq, Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnaniy, t.th
Muhammad, Ali Jum’ah, Dr., Mausu’ah A’lain al-Fikui al-Islamiy, Cet III; Kairo: Wizaratul Awqaf, 2004
Munawwir, Ahmad Wairson. Kainus aI-Munawwir, Cet II: Surabaya: Pustaka Progressi f, 1997
Musa, Jalal Muhammad, Dr., Nasy’at al-Asy’ariyyah wa Tathawwuriha, Beirut: Dar al-Kitab aI-Lubnaniy, t.th
Nasir, Sahilun A, Pengantar Ilmu Kalam, Cet. III; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996
Nasution, Harun, Prof, Dr., Islam Ditinjau don Berbugai Aspeknya, Cet I: Jakarta: Bulan Bintang, 1974
Nasi Sayyed Hossein , Intelektual Islam, Cet I; Yogyakarta: Pustaka Pe1ajar 1996


[1] Muhammad Thoha Hasan, Ahlussunna wal Jama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU (Cd ii Jakm-gn I aniuhnia Prcss 2005). h. 24
[2] Ibid, h. 81
[3] Dr. Ihrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam (Cet I: Jakarta: Sinar Grafika ofset, 1995), h.80
[4] Ibid.
[5] Sayyed Hossein Nasr. Intelektual islam. (Cet I; Yogakarta: Pustaka Pelajar. 1996),  h. 15
6 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 76.
7 Dr.AIi al-Magrihiy, Imam Ahlussunnah wal Jama’ah Abu Mansur al-Maturidi (Cairo: Risalah Doktorah  as-Syarf al al-Uwla. Kulliat  al-Adab. t.th ) h. 11-12
8 Dr. AIi Jum’ah dkk, Mausu’ah A’lam al-Fikr al-lslamiy,(Cet. III: Kairo: Wizarat al-Awqai, 2004),  h. 873
9 Ibid
[10] Prof. Dr. H. Abubakar  Aceh, Ahlussunnah wal Jama’ah, (Cet. I; Jakarta: Yayasan Baitul Mal, 1969), h.23
[11] Dr.AIi al-Magrihiy, Imam Ahlussunnah wal Jama’ah Abu Mansur al-Maturidi (Cairo: Risalah Doktorah  as-Syarf al al-Uwla. Kulliat  al-Adab. t.th ) h. 20
[12] Dr. Ali Jum’ah, dkk. Op.cit., h. 876
[13] Prof. Harun Nasution, Teologi Islam, (Cet V. Jakarta: UI Press, 1986), h. 76-77
[14] Abu Yusuf Muhammad al-Bazdawi, Kitab Usul al-Din, Ed. Dr. Hans Peter Linss, (Kairo: ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1963, h. 34.
[15] Al-Maturidi, Kitab Syarh al-Akbar, (Hyderabad: Dar’irah al-Ma’arif al-Nizamiah, 1321 H), h.. 22.
[16] Ibid., h. 11
[17] Ibid., h. 122
[18] Antropomorphisme adalah paham jisim pada Tuhan, lihat Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 223.
[19] Abu Yusuf Muhammad al-Bazdawi, Loc.. cit.,
[20] Ibid.
[21] Harun Nasution. Op.cit
[22] Muhammad Tholhah Hasan. Loc. Cit.
[23] Abdul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq (Bairut : Dar al-Kutub al-ilmiah:  t.th). h, 282

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

My Blog List

Assalamu Alaikum Warahmatulah Wabarakatuh

Burung

Senoga Bermanfaat-Jangan Lupa Meninggalkan Komentar
Awali Segalanya Dengan "Bismillahir Rahmanir Rahiim" Akan Dapat BerkahNya

Blogroll

Popular Post

Followers

Trsnalate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jadwal Shalat

Download Software Gratis

SMS Gratis

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © 2013 Auliya AS Hamdi Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -