- Back to Home »
- Tafsir-Ilmu Tafsir »
- Makalah "Ulum al-Qur'an"
Posted by : LaSaro'
Kamis, 27 Desember 2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an[1] merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi
sentral bagi seluruh disiplin ilmu ke Islaman. Kitab suci ini, di samping
menjadi al-huda (petunjuk), juga
sebagai al-bayyinat (penjelas) serta
menjadi al-furqan (pemisah antara
yang benar dan yang salah) yang diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih 23
tahun lamanya. Al-Qur’an adalah kalammullah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin
yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala aspek, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, Surah An-Nahl : 89 :
yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin
yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala aspek, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, Surah An-Nahl : 89 :
:
لِّكُلِّ
شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. [2]
Mempelajari isi al-Qur’an akan menambah
perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan
perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi,
kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah
sebagai penciptanya. .Firman Allah dalam al-Qur’an, Surah al-A’raf : 52
وَلَقَدْ
جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang
Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. [3]
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan al-Qur’an secara benar diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsirkan al-Qur’an, yaitu “Ulum al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan al-Qur’an secara benar diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsirkan al-Qur’an, yaitu “Ulum al-Qur’an.
Ulum al-Qur’an merupakan ilmu yang sangat
diperlukan untuk mengungkapkan
rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an sebagai sumber segala hikmah.
Dan semakin tampak keluhurannya Karena hendak memperkokoh tali ikatan dengan al-Qur’an
sebagai pegangan manusia dalam kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan di dunia
maupun di akherat Asy-Syurbashi telah mencatata : “Karya
yang termulia ialah buah kesangupan menafsirkan dan menta’wilkan al-Qur’an”. [4] Untuk
dapat menafsirkan al-Qur’an diperlukan pengetahuan yang cukup, yakni ulum al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar
belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan menjadi inti
pembahasan dalam makalah ini, yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian Ulum al-Qur’an ?
2. Hal-hal apakah yang menjadi ruang lingkup
pembahasan Ulum al-Qur’an dan
bagaimana urgensinya ?
3. Bagaimana perkembangan Ulum al-Qur’an?
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ulum Al-Qur’an
Secara
etimologi, kata Ulum al-Qur’an
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “al-Qur’an”. Kata ulum
adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu”
yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah
memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.[5]
Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari ‘ilm, sebagai bentuk verbal-noun dari bahasa Arab dengan akar kata ‘alima – ya’lamu – ‘ilman yang berarti “mendapatkan atau mengetahui
sesuatu dengan jelas” atau “menjangkau sesuatu dengan keadaan yang
sebenarnya"[6]
Sedangkan al-Qur’an yang dimaksud disini adalah firman-firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., melalui malaikat Jibril guna menjadi
peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum dalam kehidupan umat manusia untuk
menuju kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. [7]
Sedangkan
menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh
ulama, antara lain, al-Sayuthiy dalam kitab Itmamu
al-Dirayah mengatakan bahwa ulum
al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi
turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan
lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan
sebagainya”. Hal senada juga dikemukakan oleh Al-Zarqany, beliau memberikan definisi
ulum al-Qur’an, yaitu “beberapa
pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an
al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya,
penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”. [8]
Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulum
al-Qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman
kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas
al-Qur’an.
Dengan
demikian, ‘ulum al-Qur’an sebagai
suatu term ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan pengetahuan yang terkandung
dalam al-Qur’an, berkenaan dengan keadaan al-Qur’an, dan yang digunakan untuk
menggali kandungan al-Qur’an. Dalam pada itu, ‘ulum al-Qur’an berarti ‘suatu ilmu yang membahas dan menjelaskan
keadaan-keadaan al-Qur’an dari segi penafsiran ayat-ayatnya, segi penjelasan
maksud-maksudnya, segi sebab nuzulnya, segi nasikh mansukhnya, segi
munsabahnya, segi uslub-uslubnya, segi rupa-rupa qiraatnya, segi rasm
kalimat-kalimatnya, dan lain-lain yang berhubungan dengan keadaan al-Qur’an. [9]
B. Ruang Lingkup ‘Ulum Al-Qur’an dan Urgensinya
1. Ruang Lingkup Pembahasan
‘Ulum Al-Qur’an
Dari beberapa literatur yang ada, ditemukan adanya keaneka ragaman
pengklasipikasian dalam membahas masalah ruang lingkup pembahasan ‘ulum al-Qur’an. Ulum al-Qur’an merupakan suatu ilmu yang
mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulum al-Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan
Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu
bahasa Arab, seperti ilmu balaghah
dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping
itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al-
Itqan, As-Sayuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang
terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu
al_Araby yang mengatakan bahwa ulum
al-Qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata
yang terdapat dalam al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam
al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.
Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya.
Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya
menjadi tidak terhitung[10]
Dalam pembahasan tentang ruang lingkup ‘ulum al-Qur’an, Dr. Mardan[11] mengutif pendapat Dr. M. Quraish Shihab,
bahwa materi-materi cakupan ‘ulum
al-Qur’an dapat dibagi ke dalam empat komponen, yaitu : (1) pengenalan
terhadap al-Qur’an, (2) kaedah-kaedah tafsir, (3) metode-metode tafsir, dan (4)
kitab-kitab tafsir dan para mufassir.
Komponen pertama mencakup beberapa hal, yakni ; (a) sejarah al-Qur’an, (b) rasm (bentuk tulisan) al-Qur’an,
(c) I’jaz (kemu’jizatan) al-Qur’an, (d) munasabah (kemiripan-kedekatan) al-Qur’an,
(e) qashas
(kisah-kisah) al-Qur’an, (f) jadal () al-Qur’an, (g) aqsam (sumpah)
al-Qur’an, (h) amtsal (perumpamaan) al-Qur’an,
(i) nasikh dan mansukh (dibatalkan dan membatalkan),
(j) muhkam dan mutasyabih (kokoh dan samar), (k) al-qiraat (bacaan), dan sebagainya.
Komponen kedua, mencakup ; (a) ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika yang hendaknya ditempuh
dalam mengurai penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang membantu
pemahaman ayat-ayat al-Qur’an, baik dari ilmu-ilmu bantu seperti bahasa dan
ushul fikih maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-Qur’an.
Komponen ketiga, mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh
ulama mutaqaddimin dengan coraknya
masing-masing, yakni: al-ra’yu (akal), al-ma’tsur (riwayat), al-isyariy, disertai syarat-syarat
diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya. Disamping itu, juga
mencakup metode-metode ulama mutaakhkhirin
dengan keempat coraknya, yakni: tahliliy
(analitik), ijmaliy (global), muqaaran (perbandingan) , dan mawdhu’iy (tematik).
Komponen keempat, mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir,
baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa Arab, Inggeris, atau Indonesia,
dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecendrungan pengarangnya,
metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
2. Urgensi ‘Ulum Al-Qur’an
Pada
bagian terdahulu telah dikemukakan pengertian ‘ulum al-Qur’an, dari pengertian itu dapat dipahami bahwa ‘ulum al-Qur’an sebagai term ilmu adalah
ilmu pengetahuan yang dengan dapat dipahami tafsir al-Qur’an dalam segala
aspeknya, maka ulum al-Qur’an sangat
erat hubungannya dengan tafsir al-Qur’an. Bahkan menurut Dr. H. M. Quraish
Shihab, ulum al-Qur’an hakekat adalah sama dengan ilmu tafsir, yakni
sebagai ilmu alat untuk menafsirkan al-Qur’an, mengeluarkan serta menjelaskan
pengertian-pengertian yang terkandung di dalamnya.
Dengan
demikian, urgensi ulum al-Qur’an
terlihat dengan jelas dalam kaitannya dengan tafsir al-Qur’an, yaitu untuk
menafsirkan al-Qur’an dan memahami kandungannya dengan sempurna, bahkan untuk
menerjemahkannya. Maka ulum al-Qur’an disini
benar-benar sangat diperlukan, karena dengan ilmu-ilmu tersebut, seorang
mufassir dapat menafsirkan al-Qur’an dengan baik dan benar. Ilmu-ilmu ini pada
hakekatnya menjadi alat untuk tafsir. Oleh karena itu, ilmu-ilmu itulah yang
disebut dengan ilmu tafsir atau ilmu-ilmu al-Qur’an. Selain itu, urgensi ulum al-Qur’an kaitannya dengan tafsir,
adalah antara lain :
a.
Membuka kemungkinan
untuk memahami al-Qur’an dengan baik.
b.
Mampu menafsirkan
al-Qur’an secara baik dan mudah.
Jelaslah bahwa
urgensi ulum al-Qur’an menempati
posisi yang sangat penting untuk dapat memahami isi kandungan al-Qur’an dengan
baik dan benar. Artinya, seorang mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an tidak
akan mendapatkan hasil yang maksimal tanpa adanya ulum al-Qur’aan.
C.
Perkembangan
“Ulum Al-Qur’an
Sebagai ilmu
yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulum al-Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.
Di masa Rasulullah
Saw. dan para sahabat, ulum al-Qur’an
belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para
sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab
yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah, dan bila
menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan
langsung kepada Rasulullah.
Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti
umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang
Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian
menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan
dikhawatirkan tentang bacaan al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan
mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan
aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah
suatu dasar ulum al-Qur’an yang
disebut Al-rasm Al-Utsmani.
Kemudian, ulum al-Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum al-Qur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H). Selanjutnya sampai abad ke-13 ulum al-Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang As-Suyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan ulum al-Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab ulum al-Qur’an paling lengkap..Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia. [13]
Kemudian, ulum al-Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum al-Qur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H). Selanjutnya sampai abad ke-13 ulum al-Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang As-Suyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan ulum al-Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab ulum al-Qur’an paling lengkap..Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia. [13]
Dari keterang di
atas, untuk lebih jelasnya, perkembangan ulum
al-Qur’an dapat dibagi kepada empat fase, [14]
yaitu :
1. Abad I dan II Hijrah
Fase
ini dibagi kepada tiga masa, yaikni : (a) Masa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar
bin al-Khattab, ulum al-Qur’an belum
dibukukan, karena pada umumnya para sahabat dapat memahami al-Qur’an, (b) Pada
masa Utsman bin Affan, perbedaan bacaan terhadap al-Qur’an mulai muncul dikalangan
umat Islam, maka khalifah Utsman mengambil kebijaksanaan untuk mengadakan
penulisan al-Qur’an, maka dikenallah “Mushhaf
Utsmani”, dan usaha pengkodifikasian ini merupakan langkah awal munculnya ulum al-Qur’an yang kemudian dinamai ‘Ilmu Rasm al-Qur’an”; (c) Pada masa
khalifah Ali Bin Abi Thalib, orang-orang non-Arab banyak yang masuk Islam dan
mereka tidak menguasai bahasa Arab, maka Ali mengambil kebijaksanaan dengan
memerintahkan panglimanya (Abu Azwad ad-Duwaliy) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa
Arab untuk dijadikan acuan membaca al-Qur’an. Inilah yang dikenal sebagai
perintis lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-Qur’an.
Ada
bebeapa cabang “ulum al-Qur’an” yang
sudah lahir pada masa ini, yaitu : ilmu tafsir, ilmu azbabun nuzul, ilmu makki,
ilmu madani, ilmu nasikh mansukh, ilmu gharib al-Qur’an. Tokoh-tokoh yang yang
dianggap sebagai peletak batu pertama ulum
al-Qur’an pada periode ini, antara lain : para khalifah dari Khulafaur
Rasyidin, Ibn Anas, Ibn Mas’ud, Said bin Tsabit, Mujahid, Qatadah, Hasan
Bashri, Malik bin Anas, dan lain-lain.
2. Abad III dan IV Hijrah
Pada
periode ini, para ulama semakin giat menulis tafsir, karya-karya mereka
dibidang ulum al-Qur’an semakin
banyak, di antaranya ; (a) Ali bin al-Madani (w. 234 H), ia menulis Ilm Asbab al-Nuzul, (b) Abu ‘Ubaid Qasim
bin Salam (w. 224 H), ia menulisiIlm Nasikh
Mansukh, (c) Muhammad bin Khalaf Mursaban (w. 309 H), ia menulis al-Hawiy fi ‘Ulum al-Qur’an, (d)
Muhammad Ayub Idris (w. 309 H), ia menulis Ilm
Makki wa Madani
3. Abad V, VI, VII, dan
VIII Hijrah
Pada
fase ini, karya-karya dalam ulum
al-Qur’an semakin banyak dan lengkap. Lafal-lafal al-Qur’an sudah mulai
diberi penjelasan, ulama suadah mulai menjelaskan tentang majaz al-Qur’an, hal
ini dimaksudkan untu meenunjukkan bahwa pengertian teksnya bukanlah arti yang
sesungguhnya yang diinginkan oleh al-Qur’an itu, misalnya; kulliyat dan
juz’iyyat. Tokoh-tokoh yang ada pada fase ini, antara lain; (a) Ibn ‘Abd
al-Salam (w. 660 H), ia menulis Ilm Majaz
al-Qur’an, (b) Ali bin Sa’id al-Kufiy (w. 430 H), ia menulis al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, (c)
Badruddin al-Zarkaziy, ia menulis al-Burhan
fi ‘Ulum al-Qur’an, (d) Ibn Qayyim, ia menulis Aqsam al-Qur’an.i.
4. Abad IX – XV Hijrah
Pada
periode ini, ulama ulum al-Qur’an semakin
banyak, karya-karya mereka semakin sempurna dengan aneka ragam buku-buku
mereka, di antaranya ; (a) Jamaluddin Bayquniy, ia menulis Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’ al-Nujum, (b) Muhammad ‘Abd al-‘Azhim
Zarqaniy, ia menulis Manahil al-‘Irfan fi
‘Ulum al-Qur’an, (c) Muhammad Shadiq Rafi’iy, I’jaz al-Qur’an.
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Adalah merupakan pererbuatan baik yang
dilakukan oleh akal untuk mengungkapkan rahasia yang terkandung dalam
wahyu ilahi dan
menyingkapkan penta’wilannya yang
benar berdasarkan
pengertian-pengertian yang kokoh. Keluhuran dalam menafsirkan Al-Qur’an menyatu
dalam tujuan yang hendak dicapai, yaitu untuk mengungkapkan rahasia-rahasia
yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai sumber segala hikmah.
2.
bahwa ulum al-Qur’an adalah ilmu yang membahas
hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai
Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi
manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait
dengan keperluan membahas al-Qur’an.
3.
Bahwa ‘ulum
al-Qur’an, pada garis besarnya dapat dibagi kepada empat kmponen,
yakni : (1) pengenalan terhadap
al-Qur’an, (2) kaedah-kaedah tafsir, (3) metode-metode tafsir, dan (4)
kitab-kitab tafsir dan para mufassir.
4.
Urgensi ulum al-Qur’an terlihat dengan jelas
dalam kaitannya dengan tafsir al-Qur’an, yaitu untuk menafsirkan al-Qur’an dan
memahami kandungannya dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya.
5.
Sebagai ilmu yang
terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, maka ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulum al-Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya. Perkembangan
ilmu ini dibagi kepada empat fase, yakni : Abad I dan II Hijrah, Abad III dan
IV Hijrah, Abad V, VI, VII, dan VIII Hijrah, dan Abad IX – XV Hijrah
B.
Saran
Mengingat pentingnya memahami Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi umat manusia, yang sebagian besar ayat-ayatnya hanya disebut
secara global, yang berarti membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam agar
ditemukan makna yang lebih tepat. Maka sangat diperlukan adanya metode tertentu
dalam menafsirkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Amal, Taufik, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Cet. I,
Yogjakarta: Forum kajian Budaya dan Agama, 2001
Departemen
Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, t.th.
Ma’rifat, Muhammad Hadi, Sejarah Al-Qur’an,
terj.Thoha Musawa.Cet. II, Jakarta: Al-Huda, 2007
Mihsan, Muhammad
Salim, Tarikh al-Qur’an, Iskandariah: Muassasah al-Syabab al-Jamiah,
t,th.
Al-Munawwir,
Ahmad Warsan, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Cet. XIV;
Surabaya: Pustaka Progres, 1997
Al-Qattan, Manna’,
Mabahis fi Ulum
Al-Qur’an, t.t Mansyuriah al Haditsah,1973
Shihab,
Quraish, et al., Sejarah dan Ulumul Qur’an, Cet. I, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1999
Shihab,
Quraish Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan, Cet.IX;Bandung: Mizan,1995
Ash-Shabuny, Ali Muhammad, Studi Ilmu al-Qur’an,
terj. Aminuddin. Cet. I, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Ash Shiddieqy, Hasybi Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir,Cet.
VIII; Jakarta: Bulan Bintang,1980
Watt, W. Wontgomery, Bell’s
Introduction to the Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal
dengan judul, Pengantar Studi al-Qur’an,
Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995
Al-Zarkasyi,
Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah,
al-Burhan Fii Ulum al-Qur’an, Kairo:al-Babi al-Halabi, 1957
Al- Zarqani, Muhammad Abd
al-Adzim, Manahal al-Irfan fi Ulumu al-Qur’an, Juz I, t.t:Dar al-Fikr, 1996.
[1] Dalam memberikan definisi tentang
Al-Qur’an, para ulama berbeda-beda, sangat ditentuakan oleh disiplin ilmu
mereka. Baca lebih lengkap; Drs. Ahmad Musthafa Hadna,SQ. Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, (Cet. I, Semarang, Bina
Utama, 1993), h. 12-15
[2] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, t. th.), h. 415
[4]Ahmad Asy-Syurbashi, Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Terjemahan Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985), Cet. I, h. 15
[5]internet
[6]Dr. Mardan, M.Ag. Al-Qur’an : Sebuah Pengantar
Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, (Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), h. 15
[8]internet
[9]Dr. Mardan, Op.
Cit., hh. 18-19
[10]Dikutip dari internet (Mudzakir Fauzi)
[11]Dikutip dari internet (Mudzakir Fauzi)
[12]Lihat, Dr. Mardan, Op. Cit., hh. 21-22
[13]Dikutip dari internet (Mudzakir Fauzi)
[14]Lihat, Dr. Mardan, Op. Cit., hh. 23-26
My Blog List
izin copas y..
BalasHapusMohin maaf, Bisa kasih info ttg penjualan bukunya Dr.Mardan yg al quran: sebuah pengantar memahami al quran secara utuh,
BalasHapus