Posted by : LaSaro' Kamis, 27 Desember 2012






I. PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an[1] merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi sentral bagi seluruh disiplin ilmu ke Islaman. Kitab suci ini, di samping menjadi al-huda (petunjuk), juga sebagai al-bayyinat (penjelas) serta menjadi al-furqan (pemisah antara yang benar dan yang salah) yang diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun lamanya. Al-Qur’an adalah kalammullah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin
yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala aspek, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, Surah An-Nahl : 89 :
:
لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. [2]
Mempelajari isi al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya. .Firman Allah dalam al-Qur’an, Surah al-A’raf : 52
وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. [3]
             Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan al-Qur’an secara benar diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsirkan al-Qur’an, yaitu “Ulum al-Qur’an.
Ulum al-Qur’an merupakan ilmu yang sangat diperlukan  untuk mengungkapkan rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an sebagai sumber segala hikmah. Dan semakin tampak keluhurannya Karena hendak memperkokoh tali ikatan dengan al-Qur’an sebagai pegangan manusia dalam kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akherat Asy-Syurbashi telah mencatata : “Karya yang termulia ialah buah kesangupan menafsirkan dan menta’wilkan al-Qur’an”. [4]   Untuk dapat menafsirkan al-Qur’an diperlukan pengetahuan yang cukup, yakni ulum al-Qur’an.  
B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan dalam makalah ini, yakni sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian Ulum al-Qur’an ?
2.      Hal-hal apakah yang menjadi ruang lingkup pembahasan Ulum al-Qur’an dan bagaimana urgensinya ?
3.      Bagaimana perkembangan Ulum al-Qur’an?
II. PEMBAHASAN
A.           Pengertian Ulum Al-Qur’an

Secara etimologi, kata Ulum al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.[5] Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari ‘ilm, sebagai bentuk verbal-noun dari bahasa Arab dengan akar kata ‘alima – ya’lamu – ‘ilman yang berarti “mendapatkan atau mengetahui sesuatu dengan jelas” atau “menjangkau sesuatu dengan keadaan yang sebenarnya"[6] Sedangkan al-Qur’an yang dimaksud disini adalah firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., melalui malaikat Jibril guna menjadi peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum dalam kehidupan umat manusia untuk menuju kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. [7]
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh ulama, antara lain, al-Sayuthiy dalam kitab Itmamu al-Dirayah mengatakan bahwa ulum al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”. Hal senada juga dikemukakan oleh Al-Zarqany, beliau memberikan definisi ulum al-Qur’an, yaitu “beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”. [8]
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulum al-Qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
Dengan demikian, ‘ulum al-Qur’an sebagai suatu term ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan pengetahuan yang terkandung dalam al-Qur’an, berkenaan dengan keadaan al-Qur’an, dan yang digunakan untuk menggali kandungan al-Qur’an. Dalam pada itu, ‘ulum al-Qur’an berarti ‘suatu ilmu yang membahas dan menjelaskan keadaan-keadaan al-Qur’an dari segi penafsiran ayat-ayatnya, segi penjelasan maksud-maksudnya, segi sebab nuzulnya, segi nasikh mansukhnya, segi munsabahnya, segi uslub-uslubnya, segi rupa-rupa qiraatnya, segi rasm kalimat-kalimatnya, dan lain-lain yang berhubungan dengan keadaan al-Qur’an. [9]
B.     Ruang Lingkup ‘Ulum Al-Qur’an dan Urgensinya
1.      Ruang Lingkup Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an
Dari beberapa literatur yang ada, ditemukan adanya keaneka ragaman pengklasipikasian dalam membahas masalah ruang lingkup pembahasan ‘ulum al-Qur’an.  Ulum al-Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulum al-Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, As-Sayuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulum al-Qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung[10]
Dalam pembahasan tentang ruang lingkup ‘ulum al-Qur’an, Dr. Mardan[11]  mengutif pendapat Dr. M. Quraish Shihab, bahwa materi-materi cakupan ‘ulum al-Qur’an dapat dibagi ke dalam empat komponen, yaitu : (1) pengenalan terhadap al-Qur’an, (2) kaedah-kaedah tafsir, (3) metode-metode tafsir, dan (4) kitab-kitab tafsir dan para mufassir.
Komponen pertama mencakup beberapa hal, yakni ; (a) sejarah al-Qur’an, (b) rasm (bentuk tulisan) al-Qur’an, (c) I’jaz (kemu’jizatan) al-Qur’an, (d) munasabah (kemiripan-kedekatan) al-Qur’an, (e)  qashas (kisah-kisah) al-Qur’an, (f) jadal () al-Qur’an, (g) aqsam (sumpah) al-Qur’an, (h) amtsal (perumpamaan) al-Qur’an, (i) nasikh dan mansukh (dibatalkan dan membatalkan), (j) muhkam dan mutasyabih (kokoh dan samar), (k) al-qiraat (bacaan), dan sebagainya.
Komponen kedua, mencakup ; (a) ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika yang hendaknya ditempuh dalam mengurai penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an, baik dari ilmu-ilmu bantu seperti bahasa dan ushul fikih maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-Qur’an.
Komponen ketiga, mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddimin dengan coraknya masing-masing, yakni: al-ra’yu (akal), al-ma’tsur (riwayat), al-isyariy, disertai syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya. Disamping itu, juga mencakup metode-metode ulama mutaakhkhirin dengan keempat coraknya, yakni: tahliliy (analitik), ijmaliy (global), muqaaran (perbandingan) , dan mawdhu’iy (tematik).
Komponen keempat, mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir, baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa Arab, Inggeris, atau Indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecendrungan pengarangnya, metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
2.      Urgensi ‘Ulum Al-Qur’an
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan pengertian ‘ulum al-Qur’an, dari pengertian itu dapat dipahami bahwa ‘ulum al-Qur’an sebagai term ilmu adalah ilmu pengetahuan yang dengan dapat dipahami tafsir al-Qur’an dalam segala aspeknya, maka ulum al-Qur’an sangat erat hubungannya dengan tafsir al-Qur’an. Bahkan menurut Dr. H. M. Quraish Shihab, ulum al-Qur’an  hakekat adalah sama dengan ilmu tafsir, yakni sebagai ilmu alat untuk menafsirkan al-Qur’an, mengeluarkan serta menjelaskan pengertian-pengertian yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, urgensi ulum al-Qur’an terlihat dengan jelas dalam kaitannya dengan tafsir al-Qur’an, yaitu untuk menafsirkan al-Qur’an dan memahami kandungannya dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya. Maka ulum al-Qur’an disini benar-benar sangat diperlukan, karena dengan ilmu-ilmu tersebut, seorang mufassir dapat menafsirkan al-Qur’an dengan baik dan benar. Ilmu-ilmu ini pada hakekatnya menjadi alat untuk tafsir. Oleh karena itu, ilmu-ilmu itulah yang disebut dengan ilmu tafsir atau ilmu-ilmu al-Qur’an. Selain itu, urgensi ulum al-Qur’an kaitannya dengan tafsir, adalah antara lain :
a.       Membuka kemungkinan untuk memahami al-Qur’an dengan baik.
b.      Mampu menafsirkan al-Qur’an secara baik dan mudah.
c.       Menjadi senjata ampuh untuk melawan tantangan dari lawan Islam. [12]
Jelaslah bahwa urgensi ulum al-Qur’an menempati posisi yang sangat penting untuk dapat memahami isi kandungan al-Qur’an dengan baik dan benar. Artinya, seorang mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal tanpa adanya ulum al-Qur’aan.
C.       Perkembangan “Ulum Al-Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulum al-Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.
Di masa Rasulullah Saw. dan para sahabat, ulum al-Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah.
Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulum al-Qur’an yang disebut Al-rasm Al-Utsmani.
Kemudian, ulum al-Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum al-Qur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H). Selanjutnya sampai abad ke-13 ulum al-Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang As-Suyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan ulum al-Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab ulum al-Qur’an paling lengkap..Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
[13]
Dari keterang di atas, untuk lebih jelasnya, perkembangan ulum al-Qur’an dapat dibagi kepada empat fase, [14] yaitu :
1.      Abad I dan II Hijrah
Fase ini dibagi kepada tiga masa, yaikni : (a) Masa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin al-Khattab, ulum al-Qur’an belum dibukukan, karena pada umumnya para sahabat dapat memahami al-Qur’an, (b) Pada masa Utsman bin Affan, perbedaan bacaan terhadap al-Qur’an mulai muncul dikalangan umat Islam, maka khalifah Utsman mengambil kebijaksanaan untuk mengadakan penulisan al-Qur’an, maka dikenallah “Mushhaf Utsmani”, dan usaha pengkodifikasian ini merupakan langkah awal munculnya ulum al-Qur’an yang kemudian dinamai ‘Ilmu Rasm al-Qur’an”; (c) Pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib, orang-orang non-Arab banyak yang masuk Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, maka Ali mengambil kebijaksanaan dengan memerintahkan panglimanya (Abu Azwad ad-Duwaliy) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab untuk dijadikan acuan membaca al-Qur’an. Inilah yang dikenal sebagai perintis lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-Qur’an.
Ada bebeapa cabang “ulum al-Qur’an” yang sudah lahir pada masa ini, yaitu : ilmu tafsir, ilmu azbabun nuzul, ilmu makki, ilmu madani, ilmu nasikh mansukh, ilmu gharib al-Qur’an. Tokoh-tokoh yang yang dianggap sebagai peletak batu pertama ulum al-Qur’an pada periode ini, antara lain : para khalifah dari Khulafaur Rasyidin, Ibn Anas, Ibn Mas’ud, Said bin Tsabit, Mujahid, Qatadah, Hasan Bashri, Malik bin Anas, dan lain-lain.
2.      Abad III dan IV Hijrah
Pada periode ini, para ulama semakin giat menulis tafsir, karya-karya mereka dibidang ulum al-Qur’an semakin banyak, di antaranya ; (a) Ali bin al-Madani (w. 234 H), ia menulis Ilm Asbab al-Nuzul, (b) Abu ‘Ubaid Qasim bin Salam (w. 224 H), ia menulisiIlm Nasikh Mansukh, (c) Muhammad bin Khalaf Mursaban (w. 309 H), ia menulis al-Hawiy fi ‘Ulum al-Qur’an, (d) Muhammad Ayub Idris (w. 309 H), ia menulis Ilm Makki wa Madani
3.      Abad V, VI, VII, dan VIII Hijrah
Pada fase ini, karya-karya dalam ulum al-Qur’an semakin banyak dan lengkap. Lafal-lafal al-Qur’an sudah mulai diberi penjelasan, ulama suadah mulai menjelaskan tentang majaz al-Qur’an, hal ini dimaksudkan untu meenunjukkan bahwa pengertian teksnya bukanlah arti yang sesungguhnya yang diinginkan oleh al-Qur’an itu, misalnya; kulliyat dan juz’iyyat. Tokoh-tokoh yang ada pada fase ini, antara lain; (a) Ibn ‘Abd al-Salam (w. 660 H), ia menulis Ilm Majaz al-Qur’an, (b) Ali bin Sa’id al-Kufiy (w. 430 H), ia menulis al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, (c) Badruddin al-Zarkaziy, ia menulis al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, (d) Ibn Qayyim, ia menulis Aqsam al-Qur’an.i.
4.      Abad IX – XV Hijrah
Pada periode ini, ulama ulum al-Qur’an semakin banyak, karya-karya mereka semakin sempurna dengan aneka ragam buku-buku mereka, di antaranya ; (a) Jamaluddin Bayquniy, ia menulis Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’ al-Nujum, (b) Muhammad ‘Abd al-‘Azhim Zarqaniy, ia menulis Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, (c) Muhammad Shadiq Rafi’iy, I’jaz al-Qur’an.

III. PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.   Adalah merupakan pererbuatan baik yang dilakukan oleh akal untuk mengungkapkan rahasia yang terkandung  dalam  wahyu  ilahi  dan  menyingkapkan  penta’wilannya  yang  benar  berdasarkan pengertian-pengertian yang kokoh. Keluhuran dalam menafsirkan Al-Qur’an menyatu dalam tujuan yang hendak dicapai, yaitu untuk mengungkapkan rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai sumber segala hikmah.
2.   bahwa ulum al-Qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
3.   Bahwa  ‘ulum al-Qur’an, pada garis besarnya dapat dibagi kepada empat kmponen, yakni  : (1) pengenalan terhadap al-Qur’an, (2) kaedah-kaedah tafsir, (3) metode-metode tafsir, dan (4) kitab-kitab tafsir dan para mufassir.
4.   Urgensi ulum al-Qur’an terlihat dengan jelas dalam kaitannya dengan tafsir al-Qur’an, yaitu untuk menafsirkan al-Qur’an dan memahami kandungannya dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya.
5.      Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, maka ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulum al-Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya. Perkembangan ilmu ini dibagi kepada empat fase, yakni : Abad I dan II Hijrah, Abad III dan IV Hijrah, Abad V, VI, VII, dan VIII Hijrah, dan  Abad IX – XV Hijrah
B.        Saran
Mengingat pentingnya memahami Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia, yang sebagian besar ayat-ayatnya hanya disebut secara global, yang berarti membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam agar ditemukan makna yang lebih tepat. Maka sangat diperlukan adanya metode tertentu dalam menafsirkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Amal, Taufik, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Cet. I, Yogjakarta: Forum kajian Budaya dan Agama, 2001
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, t.th.
Ma’rifat,  Muhammad Hadi, Sejarah Al-Qur’an, terj.Thoha Musawa.Cet. II, Jakarta: Al-Huda, 2007
Mihsan, Muhammad Salim, Tarikh al-Qur’an, Iskandariah: Muassasah al-Syabab al-Jamiah, t,th.
Al-Munawwir, Ahmad Warsan, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia,  Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progres, 1997
Al-Qattan,  Manna’, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, t.t Mansyuriah al Haditsah,1973
Shihab, Quraish, et al., Sejarah dan Ulumul Qur’an, Cet. I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999
Shihab, Quraish Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan, Cet.IX;Bandung: Mizan,1995
Ash-Shabuny, Ali Muhammad, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin. Cet. I, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Ash Shiddieqy, Hasybi Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir,Cet. VIII; Jakarta: Bulan Bintang,1980
Watt, W. Wontgomery, Bell’s Introduction to the Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal dengan judul, Pengantar Studi al-Qur’an, Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995
Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah, al-Burhan Fii Ulum al-Qur’an, Kairo:al-Babi al-Halabi, 1957
Al- Zarqani, Muhammad Abd al-Adzim, Manahal al-Irfan fi Ulumu al-Qur’an, Juz I, t.t:Dar al-Fikr, 1996.


[1] Dalam memberikan definisi tentang Al-Qur’an, para ulama berbeda-beda, sangat ditentuakan oleh disiplin ilmu mereka. Baca lebih lengkap; Drs. Ahmad Musthafa Hadna,SQ. Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, (Cet. I, Semarang, Bina Utama,  1993), h. 12-15

[2] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, t. th.),  h. 415

[3] Ibid., h. 229

[4]Ahmad Asy-Syurbashi, Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Terjemahan Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), Cet. I, h. 15

[5]internet
[6]Dr. Mardan, M.Ag. Al-Qur’an :  Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, (Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), h. 15
[7]Ibid., h. 18

[8]internet

[9]Dr. Mardan, Op. Cit., hh. 18-19

[10]Dikutip dari internet (Mudzakir Fauzi)

[11]Dikutip dari internet (Mudzakir Fauzi)

[12]Lihat, Dr. Mardan, Op. Cit., hh. 21-22

[13]Dikutip dari internet (Mudzakir Fauzi)

[14]Lihat, Dr. Mardan, Op. Cit., hh. 23-26

{ 2 komentar... read them below or Comment }

  1. Mohin maaf, Bisa kasih info ttg penjualan bukunya Dr.Mardan yg al quran: sebuah pengantar memahami al quran secara utuh,

    BalasHapus

My Blog List

Assalamu Alaikum Warahmatulah Wabarakatuh

Burung

Senoga Bermanfaat-Jangan Lupa Meninggalkan Komentar
Awali Segalanya Dengan "Bismillahir Rahmanir Rahiim" Akan Dapat BerkahNya

Blogroll

Popular Post

Followers

Trsnalate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jadwal Shalat

Download Software Gratis

SMS Gratis

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © 2013 Auliya AS Hamdi Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -